Selasa, 03 Juni 2008

KEPMENKES RI NO. 1457/MENKES/SK/X/2003

Read More......

Sabtu, 03 Mei 2008

Buku "PROMISES TO KEEP" -janji untuk menjaga-

Janji untuk menjaga maksudnya bukan "MENJAGA HATI" seperti lagunya Yovie & Nuno, tapi... Ini Buku Baru dari PATTIRO, oleh Jim Shultz yang diterjemahkan oleh Alfan (melobanget@yahoo.com). Maaf belum di-desain yang lebih bagus.

Berikut EXECUTIVE SUMMARY-nya:

Hak Ekonomi, social dan budaya merupakan tanggung jawab pemerintah di seluruh dunia, yang tersusun secara permanen dalam berbagai perjanjian hak azasi manusia. Anggaran Public merupakan sebuah mekanisme untuk mengalokasikan dan memanfaatkan sumber daya. Oleh karena itu, banyak pemimpin pemerintahan mampu atau bahkan gagal dalam memenuhi hak-hak dasar ini. Laporan ini diambil dari konferensi tiga hari di Cuernavaca, Mexico pada bulan Januari 2002, di mana hak azasi manusia internasional dan advokat anggaran masyarakat sipil dibahas secara bersama-sama untuk menguji hubungan kedua bidang tersebut dengan tujuan untuk
penguatan aspek ekonomi, sosial dan budaya.



Yang berminat bisa langsung download di sini.

Semoga bermanfaat
Andy MSE

Read More......

Rabu, 30 April 2008

UU Keterbukaan Informasi Publik dan Penjelasannya

Teman-teman semua, ini naskah final UU KIP (meski belum ada nomornya dari Presiden) berikut penjelasan.
Kiriman dari teman-teman koalisi KMIP. Semoga bermanfaat!...

Untuk UU KIP klik di sini, sedangkan penjelasannya klik di sini.

Salam

Read More......

Kamis, 24 April 2008

KOTA SURAKARTA BUTUH STANDARISASI BIAYA PENDIDIKAN!

Menghadapi tahun ajaran baru, banyak masyarakat yang memiliki anak usia sekolah mulai gelisah. Khususnya bagi mereka yang anaknya akan menempuh ujian nasional, masuk sekolah, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Kegelisahan yang disebabkan karena biaya pendidikan anaknya tidak dapat dipersiapkan sejak dini. Masyarakat tidak bisa mempersiapkan biaya pendidikan khususnya pada masa peralihan tersebut sejak awal. Bagaimana persiapan akan dilakukan masyarakat, jika setiap tahun ajaran baru hampir pasti biaya sekolah juga baru. Pengeluaran-pengeluaran biaya pendidikan tidak bisa diprediksi sejak awal. Dari manakah masalah ini akan diselesaikan?

Hak Pendidikan merupakah salah satu bagian dari Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB), atau sering dikenal sebagai ECOSOC (Economy, Social and Cultural) Rights. Jaminan pemenuhan Hak EKOSOB ini tertuang dalam Kovenan Internasional ECOSOC Right. Negara Indonesia meratifikasi Kovenan ini pada tanggal 28 Oktober 2005 dan mengesahkannya dalan Undang-undang No. 11 Tahun 2005. Pemenuhan terhadap hak pendidikan merupakan satu upaya pemenuhan hak Ekosob secara menyeluruh. Pemenuhan hak pendidikan masyarakat tidak bisa lepas dari melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi. Melalui pemecahan masalah tersebut, maka solusi pemenuhan hak pendidikan masyarakat dapat tercapai.

Jaminan terhadap pemenuhan hak pendidikan masyarakat tidak hanya pada Undang-undang No. 11 tahun 2005 saja. UUD 1945 dan UU sisdiknas juga memberikan mandat bagi pemenuhan hak pendidikan. Kewajiban penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan belajar dan mengajar oleh pemerintah saja akan tetapi juga jaminan keterpenuhan dan keterjangkauan pendidikan masyarakat dijamin dalam perundang-undangan tersebut. Bahkan jelas disebutkan dalam Kovenan tersebut di atas, bahwa masyarakat berhak mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.

Sistem pelayanan publik dalam bidang pendidikan diharapkan dapat memenuhi standar dan proses sesuai Kovenan EKOSOB haruslah mempunyai satu konsistensi yang kuat, mulai dari tataran konstitusi, kebijakan, implementasi, sampai sistem monitoring evaluasinya. Karenanya untuk menjamin terciptanya sistem yang responsif, berorientasi pada kebutuhan pengguna, dan efisien, prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) menjadi sangat relevan dan penting. Berbagai persoalan dalam capaian pelayanan publik dapat dijejaki akar permasalahannya pada rendahnya kualitas tata-pemerintahan di Indonesia, seperti kurangnya transparansi pembuatan keputusan, tidak dihargainya partisipasi publik dalam pembuatan keputusan dan lemahnya akuntabilitas pemerintah terkait maupun penyedia layanan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masih banyak terdapat masalah-masalah yang harus diselesaikan pemerintah dalam bidang pendidikan ini. Salah satu masalah yang penting untuk diselesaikan dan menjadi penyebab terjadinya banyak persoalan yang lain adalah belum adanya standar biaya pendidikan di Kota Surakarta. Selama ini standar biaya pendidikan hanya dipakai oleh Dinas Pendidikan sebagai acuan penyusunan program-programnya. Standarisasi ini belum menjadi peraturan yang wajib dilaksanakan oleh sekolah-sekolah yang ada di Kota Surakarta. Sehingga penetapan biaya-biaya pendidikan menjadi berbeda-beda. Sementara itu, penyusunannya juga masih didominasi informasi dari Kepala Sekolah yang notabene representasi dari pemerintah daerah. Masyarakat, secara personal maupun melaui komite sekolah, ormas, LSM, maupun dewan pendidikan belum dilibatkan di dalamnya.

Ada beberapa persoalan yang muncul dari tidak adanya standarisasi biaya pendidikan ini. Pertama, telah terjadi diskriminasi terhadap siswa. Diskriminasi terjadi berawal dari kesenjangan biaya sekolah antara sekolah satu dengan sekolah yang lain. Bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu meskipun sebenarnya secara kualitas pandai tidak akan ada kesempatan, (Secara normatif hal ini tentu akan ditentang oleh pihak sekolah, namun realitanya masih banyak terjadi), sedangkan bagi siswa yang berasal dari keluarga mampu akan leluasa memilih sekolah. Meskipun ketika masuk sekolah kejadian ini diminimalkan dengan PSB Online, namun biaya-biaya yang telah diterapkan sebelumnya kerapkali menjadi pertimbangan siswa untuk memilih sekolahnya. Masih banyak muncul persepsi di masyarakat bahwa semakin favorit sebuah sekolah maka akan semakin mahal biaya sekolahnya.

Kedua, perencanaan-perencanaan program dan penganggaran kurang tepat sasaran. Perencanaan program dan penganggaran senantiasa berpijak data yang ada. Dengan data tersebut, hasil yang diharapkan dari program tersebut dapat terukur. Program beasiswa misalnya. Ada dua jenis beasiswa yang diberikan oleh pemerintah setiap tahunnya. Beasiswa bagi siswa tidak mampu dan beasiswa bagi siswa berprestasi. Diakui atau tidak, masih banyak terjadi di Kota Surakarta ini kasus pemberian beasiswa bagi siswa tidak mampu berdasarkan kuota. Hal ini juga memunculkan permasalahan masih banyaknya siswa dari keluarga miskin yang belum tersentuh program tersebut. Selain itu belum jelasnya peruntukan beasiswa tersebut untuk meringankan beban apa saja, juga belum jelas.

Ketiga, terjadinya monopoli kebutuhan siswa oleh sekolah. Dengan tidak adanya standarisasi biaya ini, memunculkan monopoli kebutuhan siswa oleh pihak sekolah. Khususnya pada item seragam, mulai dari topi, baju, ikat pinggang, hingga sepatu dan kaos kaki dikoordinir oleh sekolah. Tujuan awalnya adalah agar terlihat rapi. Namun disisi lain orang tua siswa tidak bisa menentukan pembelian seragam anak sesuai dengan kemampuannya. Bagi keluarga mampu hal ini tidak menjadi masalah. Namun bagi keluarga kurang mampu, hal ini sangat terasa. Mau tidak mau harus membayar sesuai yang ditentukan oleh pihak sekolah.

Keempat, munculnya persaingan tidak sehat antar sekolah. Pendidikan (khususnya pendidikan dasar) sebagai kewajiban negara dan sebagai hak warga negara terkikis pelan-pelan dengan kejadian ini. Meskipun penyelenggaraan pendidikan dasar cuma-cuma sudah diatur dalam peraturan perundangan (termasuk UU No. 11 tahun 2005). Pendidikan mulai mengarah pada komersialisasi. Hal ini bisa dicermati dari kalimat “jer basuki mowo beyo” atau “ono rego ono rupo” dan “Tidak ada yang gratis saat ini, termasuk sekolah,”. Kalimat-kalimat semacam ini sering muncul dari pembicaraan kalangan sekolah atau birokrasi. Perlombaan biaya pendidikan seakan-akan menjadi trend saat ini. Jika dibiarkan berlarut-larut pada akhirnya, negara Iindonesia sendiri yang dirugikan. Akan semakin banyak warganya yang tidak sekolah karena tidak mampu membayar biaya sekolah, kualitas sumber daya manusia menurun, dan akan semakin banyak pengangguran, kesejahteraan rakyat menurun, dan bisa jadi pada akhirnya keutuhan negara Indonesia menjadi terancam. Untuk itu, maka langkah antisipatif harus segera dipikirkan, termasuk di dalamnya segera mengesahkan standar biaya pendidikan.

Keempat, akuntabilitas dan transparansi tidak segera dilaksanakan. Pelibatan siswa dan atau orang tua siswa terhadap proses penetapan biaya pendidikan masih rendah. Hal ini memunculkan “bom waktu” bagi sekolah. Kegelisahan yang terjadi di masyarakat membutuhkan saluran untuk ditindaklanjuti dan tidak menjadi ledakan. Demonstrasi siswa seperti yang baru-baru ini terjadi di salah satu SMU Negeri di Kota Surakarta tidak perlu terjadi jika akuntabilitas dan transparansi sudah dibangun sejak awal. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi merupakan satu langkah dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas di sekolah. Kecuali jika keadaan seperti itu memang diinginkan terjadi. Maka waktu yang sedianya untuk kegiatan belajar mengajar akan habis untuk mengurusi hal tersebut.

Keempat masalah tersebut hanyalah sedikit imbas yang ditimbulkan dari belum adanya standarisasi biaya pendidikan di Kota Surakarta. Masih banyak permasalahan yang lain yang bisa muncul. Jika tidak segera diantisipasi, masalah-masalah tersebut maka akan semakin merepotkan dan semakin sulit diselesaikan. Karena permasalahan yang muncul tersebut senantiasa berhubungan dan saling terkait.

Niat baik dan keterbukaan semua pihak untuk duduk bersama memikirkan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan, khususnya permasalahan standarisasi biaya pendidikan, sangat diperlukan. Agar permasalahan dalam dunia pendidikan di Kota Surakarta dapat diperkecil dan diatasi. Bukan saja untuk melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundangan lain yang mengamanatkan pendidikan dasar cuma-cuma, namun juga untuk bersama-sama berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari kekurangan dan kebodohan.

Read More......

Senin, 14 April 2008

Mau di posting ke www.eksosob.blogspot.com kok lagi macet .

Kisah Nyata.

Akibat konversi dari minyak tanah ke gas, menghilangkan lapangan pekerjaan seseorang yang sudah menikmati pekerjaannya bertahun-tahun, selain itu berdampak pada keluarga, dimana anaknya pergi dari rumah karena malu merasa orang tuanya tidak mampu lagi membiayai sekolahnya. Dimanakah Kewajiban negara dalam hal to protect, to respect, to fullfill, to promote? Apakah ini termasuk pelanggaran negara dalam memenuhi hak ekosobnya?


Zalimnya pemerintah
Cerita dari milis tetangga, guyon yook.
Sepulang dari pengajian rutin beberapa hari lalu, saya berdiri di tepi trotoar daerah Klender. Angkot yang ditunggu belum jua lewat, sedang matahari kian memancar terik. Entah mengapa, kedua mata saya tertarik utuk memperhatikan seorang bapak tua yang tengah termangu di tepi jalan dengan sebuah gerobak kecil yang kosong. Bapak itu duduk di trotoar.Matanya memandang kosong ke arah jalan. Saya mendekatinya. Kami pun terlibat obrolan ringan. Pak Jumari, demikian namanya, adalah seorang penjual minyak tanah keliling yang biasa menjajakan barang dagangannya di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur. "Tapi kok gerobaknya kosong Pak, mana kaleng-kaleng minyaknya?"
tanya saya.

Pak Jumari tersenyum kecut. Sambil menghembuskan nafas panjang-panjang seakan hendak melepas semua beban yang ada di dadanya, lelaki berusia limapuluh dua tahun ini menggeleng. "Gak ada minyaknya". Bapak empat anak ini bercerita jika dia tengah bingung. Mei depan, katanya, pemerintah akan mencabut subsidi harga minyak tanah. "Saya bingung. saya pasti gak bisa lagi jualan minyak. Saya gak tahu lagi
harus jualan apa. modal gak ada.keterampilan gak punya.." Pak Jumari bercerita. Kedua matanya menatap kosong memandang jalanan. Tiba-tiba kedua matanya basah. Dua bulir air segera turun melewati pipinya yang cekung.

"Maaf /dik/ saya menangis, saya benar-benar bingung. mau makan apa kami kelak.., " ujarnya lagi. Kedua bahunya terguncang menahan tangis. Saya tidak mampu untuk menolongnya dan hanya bisa menghibur dengan kata-kata. Tangan saya mengusap punggungnya. Saya tahu ini tidak mampu mengurangi beban hidupnya.

Pak Jumari bercerita jika anaknya yang paling besar kabur entah ke mana. "Dia kabur dari rumah ketika saya sudah tidak kuat lagi bayar sekolahnya di SMP. Dia mungkin malu. Sampai sekarang saya tidak pernah lagi melihat dia.. Adiknya juga putus sekolah dan sekarang ngamen di jalan. Sedangkan dua adiknya lagi ikut ibunya ngamen di kereta. Entah sampai kapan kami begini ."

Mendengar penuturannya, kedua mata saya ikut basah. Pak Jumari mengusap kedua matanya dengan handuk kecil lusuh yang melingkar di leher. "/Dik/, katanya adik wartawan.. tolong bilang kepada pemerintah kita, kepada bapak-bapak yang duduk di atas sana , keadaan saya dan banyak orang seperti saya ini sungguh-sungguh berat sekarang ini. Saya dan orang-orang seperti saya ini cuma mau hidup sederhana, punya rumah kecil, bisa nyekolahin anak, bisa makan tiap hari, itu saja". Kedua mata Pak Jumari menatap saya dengan sungguh-sungguh.

"/Dik/, mungkin orang-orang seperti kami ini lebih baik mati... mungkin kehidupan di sana lebih baik daripada di sini yah..." Pak Jumari menerawang. Saya tercekat. Tak mampu berkata apa-apa. Saya tidak sampai hati menceritakan keadaan sesungguhnya yang dilakukan oleh para pejabat kita, oleh mereka-mereka yang duduk di atas singgasananya. Saya yakin Pak Jumari juga sudah tahu dan saya hanya mengangguk.
Mereka, orang-orang seperti Pak Jumari itu telah bekerja siang malam membanting tulang memeras keringat, bahkan mungkin jika perlu memeras darah pun mereka mau. Namun kemiskinan tetap melilit kehidupannya. Mereka sangat rajin bekerja, tetapi mereka tetap melarat. Kontras sekali dengan para pejabat kita yang seenaknya numpang hidup mewah dari hasil merampok uang rakyat. Uang rakyat yang disebut 'anggaran negara' digunakan untuk membeli mobil dinas yang mewah, fasilitas alat komunikasi yang canggih, rumah dinas yang megah, gaji dan honor yang gede-gedean, uang rapat, uang transport, uang makan, akomodasi hotel berbintang nan gemerlap, dan segala macam fasilitas gila lainnya. /Mumpung ada anggaran negara maka sikat sajalah! / Inilah para perampok berdasi dan bersedan mewah, yang seharusnya bekerja untuk mensejahterakan rakyatnya namun malah berkhianat mensejahterakan diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Inilah para lintah darat yang menghisap dengan serakah keringat, darah, tulang hingga sum-sum rakyatnya sendiri. Mereka sama sekali tidak perduli betapa rakyatnya kian hari kian susah bernafas. Mereka tidak pernah perduli. Betapa
zalimnya pemerintahan kita ini! Subsidi untuk rakyat kecil mereka hilangkan. Tapi subsidi agar para pejabat bisa hidup mewah terus saja berlangsung. Ketika rakyat antri minyak berhari-hari, para pejabat kita enak-enakan keliling dalam mobil
mewah yang dibeli dari uang rakyat, menginap berhari-hari di kasur empuk hotel berbintang yang dibiayai dari uang rakyat, dan melancong ke luar negeri berkedok studi banding, juga dari uang rakyat.

Sepanjang jalan, di dalam angkot, hati saya menangis. Bocah-bocah kecil berbaju lusuh bergantian turun naik angkot mengamen. Di perempatan lampu merah, beberapa bocah perempuan berkerudung menengadahkan tangan. Di tepi jalan, poster-poster pilkadal ditempel dengan norak. Perut saya mual dibuatnya.

Setibanya di rumah, saya peluk dan cium anak saya satu-satunya. "Nak, ini nasi bungkus yang engkau minta." Dia makan dengan lahap. Saya tatap dirinya dengan penuh kebahagiaan. /Alhamdulillah/ , saya masih mampu menghidupi keluarga dengan uang halal hasil keringat sendiri, bukan numpang hidup dari fasilitas negara, mengutak-atik anggaran negara yang sesungguhnya uang rakyat, atau bagai lintah yang mengisap kekayaan negara. Saat malam tiba, wajah Pak Jumari kembali membayang. Saya tidak tahu
apakah malam ini dia tidur dengan perut kenyang atau tidak. Saya berdoa agar Allah senantiasa menjaga dan menolong orang-orang seperti Pak Jumari, dan memberi hidayah kepada para pejabat kita yang korup. Mudah-mudahan mereka bisa kembali ke jalan yang benar. Mudah-mudahan mereka bisa kembali paham bahwa jabatan adalah amanah yang harus
dipertanggungjawabk an di mahkamah akhir kelak. Mudah-mudahan mereka masih punya nurani dan mau melihat ke bawah. Mudah-mudahan mereka bisa lebih sering naik angkot untuk bisa mencium keringat anak-anak negeri ini yang harus bekerja hingga malam demi
sesuap nasi, bukan berkeliling kota naik sedan mewah...

Mudah-mudahan mereka lebih sering menemui para dhuafa, bukan menemui konglomerat dan pejabat... Mudah-mudahan mereka lebih sering berkeliling ke wilayah-wilayah kumuh, bukan ke mal...

Regards,
------------
Andwi Joko.M

Read More......

Jumat, 11 April 2008

RAPERDA PENDIDIKAN DARI GRESIK

Raperda Pendidikan No: 08 HK Th. 2006 (Revisi Setelah Pengambilan Keputusan pasca Public Hearing)

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
NOMOR : 08 HK TAHUN 2006
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR………………………… TAHUN 2006
TENTANG

SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DI KABUPATEN GRESIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GRESIK

Menimbang :
a. bahwa untuk menjamin penyelenggaraan dan pemerataan akses, peningkatan mutu, dan kualitas masyarakat Gresik yang agamis, demokratis, cerdas, terampil, berbudaya, dan berdaya saing berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional;
b. bahwa berdasarkan semangat otonomi daerah maka pemerintah daerah mempunyai hak untuk membuat peraturan perundang¬undangan yang mengatur tentang sistem penyelenggaraan pendidikan;
c. bahwa sistem penyelenggaraan pendidikan daerah harus tetap terintegrasi dengan sisten pendidikan nasional yang memberi pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manejemen pindidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk peraturan daerah tentang sistem penyelenggaraan pendidikan.

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2730;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) ;
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301) ;
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lernbaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (LembaranNegara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Indonesia Nomor 4548);
6. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah; (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant Economic, Social And Cultural Right (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya); (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 118);
8. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1974 tentang Perubahan Nama Kabupaten Surabaya (Lembaran Negara Tahun 174 Nomor 52, Tambahan Negara Nomor 3038);
10. Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 26 Tahun 2000 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Gresik; (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 17 Seri C);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
GRESIK
Dan
BUPATI GRESIK

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUAPTEN GRESIK

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Gresik;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah lainnya sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Gresik;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gresik;
5. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Gresik;
6. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara;
7. Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi didik melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
8. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan;
9. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan;

10. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh pendidik sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan;
11. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang,dan jenis pendidikan;
12. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi;
13. Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang;
14. Pendidikan Anak Usia Dini, yang selanjutnya disebut PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui motivasi belajar untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut;
15. Pendidikan Jarak Jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lainnya;
16. Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh seluruh masyarakat;
17. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yanh digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu;
18. Muatan Lokal adalah seperangkat rencana pembelajaran pendidikan yang berbasis keunggulan potensi lokal yang meliputi aspek sejarah, nilai tradisional, kepurbakalaan, permuseuman, dan sastra sebagai penunjang kurikulum nasional;
19. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar;
20. Evaluasi Pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan yang meliputi akreditasi, sertifikasi, dan bentuk pelayanan pendidikan secara menyeluruh;
21. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan;
22. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kompetensi akhir peserta didik sebagai tanda telah lulus dari satuan pendidikan;
23. Pelayanan Pendidikan adalah segala kegiatan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan masyarakat atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan dan terkait dengan kepentingan masyarakat;
24. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan, adalah tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan Daerah yang mencakup masukan, proses, hasil, keluaran dan manfaat pendidikan;
25. Dewan Pendidikan Gresik, adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan di Kabupaten Gresik;
26. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang mewadahi beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan;
27. Badan Pengelola adalah lembaga atau perorangan yang berbadan hukum dan mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam penyelenggaraan pendidikan;
28.Anggaran Pendapatan Belanja Daerah untuk selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan daerah yang disusun dan ditetapkan setiap tahun dengan ketentuan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD;
29. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah, untuk selanjutnya disingkat APBS adalah rencana keuangan sekolah/madrasah yang disusun Kepala Sekolah/Madrasah bersama dengan Komite Sekolah/Madrasah;
30. Masyarakat adalah kelompok warga Gresik non Pemerintah yang mempuyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Sistem penyelenggaraan pendidikan yang diatur oleh Peraturan Daerah ini dilaksanakan sesuai dengan asas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3
Peraturan Daerah bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap:
a. Penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Gresik;
b. Pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan, terutama bagi anak usia wajib belajar sembilan tahun, dan anak penyandang cacat;
c. Peningkatan mutu pembelajaran, tenaga pendidik dan kependidikan, serta pengelolaan satuan pendidikan berbasis masyarakat di kabupaten Gresik;
d. Relevansi antara angka transisi, angka partisipasi murni, dan manfaat lulusan terhadap dunia usaha dunia industri,
e. Transparansi anggaran pendidikan, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan.

BAB III
RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
Penyelenggaraan pendidikan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi:
a. Pendidikan dasar;
b. Pendidikan menengah;
c. Pendidikan anak usia dini;
d. Pendidikan keagamaan;
e. Pendidikan jarak jauh;
f. Pendidikan khusus dan layanan khusus;
g. Pendidikan luar sekolah.

Pasal 5
(1) Pendidikan Dasar meliputi SD (Sekolah Dasar)/MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama)/MTs (Madrasah Tsanawiyah).
(2) Pendidikan Menengah meliputi SMA (Seklah Menengah Atas)/MA (Madrasah Aliyah), dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)/MAK (Madrasah Alyah Kejuruan).
(3) Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar yang meliputi jalur formal dan nonformal.
a. Jalur Formal terdiri dari TK (Taman Kanak-Kanak)/RA (Roudlotul Athfal);
b. Jalur Nonformal terdiri dari Kelompok Bermain.
(4) Pendidikan Keagamaan meliputi TKQ (Taman Kanak-Kanak Al-Quran)/TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran), Madrasah Diniyah, dan Pondok Pesantren.
(5) Pendidikan jarak jauh yang meliputi SMP Terbuka, Belajar Jarak jauh, Pendidikan Luar Jarak jauh, dan pendidikan berbasis teknologi informasi ( TV Education).
(6) Pendidikan Khusus dan layanan khusus meliputi SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa), SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa) dan Sekolah Khusus Lainnya.
(7) Pendidikan luar sekolah meliputi pembinaan keolahragaan dan kebudayaan, paket A, paket B, paket C, dan kursus.

BAB IV
PENYELENGGARAAN SATUAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Pendirian

Pasal 6
(1) Setiap badan dan/atau perorangan dapat mendirikan satuan pendidikan dan harus mendapatkan ijin dari Bupati dan/atau lembaga yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
(2) Satuan pendidikan yang memperoleh ijin harus melakukan registrasi untuk memperoleh Nomor Induk Satuan Pendidikan.
(3) Pendirian Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi jaminan deposito sesuai dengan jenjang pendidikan.
(4) Jaminan deposito sebagaimana dimaksud ayat (3) berlaku untuk :
a. pendirian satuan pendidikan pra dasar;
b. pendirian satuan pendidikan dasar; dan
c. pendirian satuan pendidikan menengah.
(5) Tata cara dan syarat pendirian, besaran jaminan deposito, dan registrasi pendirian diatur dengan peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Pengelolaan

Pasal 7
(1) Satuan pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah dikelola oleh Pemerintah Daerah dan/atau lembaga perbantuan.
(2) Satuan pendidikan yang dididirikan oleh masyarakat dikelola oleh Badan Pengelola dan/atau perorangan yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan oleh Kepala Sekolah/Madrasah dan tenaga kependidikan.
(4) Ketentuan pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan diatur dengan peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pengawasan

Pasal 8
(1) Pengawasan pendidikan bertujuan untuk peningkatan, pengembangan mutu, dan pencegahan penyimpangan pada satuan pendidikan.
(2) Pengawasan pendidikan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan satuan pendidikan.
(3) Pengawasan pendidikan meliputi pengawasan Kurikulum dan Manajemen.
(4) Pengawasan Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh :
a. Pengawas TK/SD, Pengawas Mata Pelajaran, Pengawas Rumpun Mata Pelajaran, Pengawas Bimbingan Konseling, dan Pengawas SLB melakukan pengawasan di sekolah/madrasah untuk mata pelajaran umum;
b. Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) melakukan pengawasan di sekolah/madrasah untuk mata pelajaran agama Islam;
c. Penilik melakukan pengawasan Pendidikan Luar Sekolah.
(5) Pengawasan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan oleh tim pengawasan manajemen.
(6) Pembentukan tim pengawasan manajemen diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA, MASYARAKAT, SATUAN PENDIDIKAN, DAN PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Orang tua/ Wali Peserta Didik

Pasal 9
(1) Orang tua peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a. memilih satuan pendidikan yang dikehendaki;
b. berperan serta dalam peningkatan mutu pendidikan;
c. memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya;
d. memperoleh keringanan dan/atau dibebaskan dari biaya pendidikan, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(2) Orang tua peserta didik pada setiap satuan pendidikan wajib :
a. menyekolahkan anaknya pada satuan pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah;
b. membantu penyediaan dana dan peningkatan hasil belajar;
c. terlibat aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang kondusif.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 10
(1) Masyarakat berhak berperanserta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi dalam program pendidikan.
(2) Masyarakat berhak memanfaatkan hasil pendidikan berupa:
a. Kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja;
b. Kerjasama pengembangan jaringan informasi kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI);
(3) Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumberdaya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Satuan Pendidikan

Pasal 11
(1) Satuan pendidikan berhak memperoleh pembinaan dan bantuan pendanaan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah dan masyarakat.
(2) Satuan pendidikan berkewajiban :
a. Mewujudkan visi dan misi pendidikan daerah;
b. Mewujudkan suasana keberagamaan di lingkungan satuan pendidikan;
c. Menjamin hak-hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan tanpa membedakan status sosial dan penghasilan/strata sosial ekonomi orang tua/wali siswa;
d. Menjamin peningkatan hasil belajar dan pengembangan manajemen berbasis sekolah;
e. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sekolah, dan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, kepada komite sekolah dan seluruh orang tua/wali peserta didik;
f. Melaporkan hasil perencanaan dan pelaksanaan APBS dan MBS secara terbuka dan bertanggung jawab kepada komite sekolah/madrasah, wali murid dan/atau pemerintah daerah;
g. Menciptakan lingkungan sekitar satuan pendidikan sebagai masyarakat belajar.

Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah

Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah berhak:
a. melakukan pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan;
b. meminta laporan penyelenggaraan satuan pendidikan;
c. melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan satuan pendidikan.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban :
a. Memenuhi kebutuhan guru untuk menjamin keberlangsungan pendidikan pra dasar, pendidikan dasar, dan menengah;
b. Membina dan mengembangkan kualifikasi akademik, kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat;
c. Memberikan pembiayaan untuk meningkatkan profesionalisme guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat;
d. Memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi masyarakat tanpa diskriminasi dan responsif gender;
e. Menjamin tersediannya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi masyarakat yang berusia 7(tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun;
f. Menjamin tersedianya infrastruktur pendidikan yang memadai, melalui bantuan keuangan secara hibah;
g. Memberikan bantuan keuangan kepada satuan pendidikan keagamaan;
h. Melakukan pembinaan terhadap Badan Pengelola pendidikan;
i. Menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional;
j. Mengalokasikan dana pendidikan minimal 20 (dua puluh) persen dari APBD;
k. Memberikan tunjangan kesejahteraan kepada tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. Melakukan pembinaan pendidikan pemuda dan olah raga

BAB VI
PESERTA DIDIK
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban

Pasal 13
(1) Peserta didik pada satuan pendidikan berhak :
a. Mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. Memperoleh jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya;
c. Mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
d. Mendapat pelayanan khusus bagi peserta didik yang mempunyai kelainan fisik, emosional, sosial, dan mental serta yang mempunyai kecerdasan dan kemampuan istimewa;
e. Dibebaskan dari pungutan biaya operasional pendidikan bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar, atau anak usia wajib belajar;
f. Pindah ke atau mengambil program pendidikan pada satuan pendidikan yang sejajar pada jalur sekolah atau luar sekolah sesuai prinsip penyelenggaraan yang terbuka;
g. Memperoleh penilaian hasil belajarnya;
h. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing–masing;
i. Mendapat pelayanan dan perlakuan yang adil, manusiawi dan perlindungan dari setiap gangguan dan ancaman;
j. Mendapatkan beasiswa.
(2) Peserta didik berkewajiban :
a. Mematuhi semua peraturan sekolah/madrasah;
b. Menghormati pendidik dan tenaga kependidikan;
c. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
d. Ikut memelihara sarana dan prasarana di lingkungan satuan pendidikan.
Bagian Kedua Bea Siswa

Pasal 14
(1) Bea siswa diberikan kepada :
a. peserta didik yang meraih prestasi akademik;
b. peserta didik yang meraih prestasi non akademik;
c. peserta didik dari keluarga miskin.
(2) Pemerintah Daerah mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk berpartisipasi dalam pemberian bea siswa.
(3) Ketentuan pemberian bea siswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB VII
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 15
Pendidik dan tenaga kependidikan wajib memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi menurut ketentuan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Pendidik bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan pengembangan pembelajaran;
(2) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan;
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan struktur organisasi dan tata kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau Kantor Departemen Agama.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pasal 17
(1) Dalam melaksanakan tugas profesional, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a. Penghasilan, jaminan hidup yang layak, tunjangan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;
b. Pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
c. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku;
d. Penghargaan sesuai tugas dan prestasi kerja;
e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
f. Hak-hak lain sesuai dengan ketentuan perundandang-undangan.
(2) Pendidik dan Tenaga Kependidikan berkewajiban :
a. Mewujudkan visi dan misi pendidikan daerah;
b. Menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan;
c. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan kompetensi dan mutu pendidikan secara berkelanjutan;
d. Menjadi teladan dan menjaga integritas moral terhadap profesi, lembaga, dan kedudukan sesuai dengan amanah yang diberikan;
e. Kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundandang-undangan.

Bagian Ketiga
Promosi Dan Rotasi

Pasal 18
(1) Promosi dan rotasi bertujuan untuk mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan dan penyegaran bagi tenaga pendidik dan kependidikan dengan memperhatikan kebutuhan, kualifikasi guru, masa tugas, dan wilayah kerja.
(2) Promosi dilakukan untuk peningkatan karier tenaga pendidik dan kependidikan sebagai penghargaan atas prestasi kerja yang dicapai.
(3) Rotasi dilakukan dalam rangka pemerataan kualitas pendidikan dan penyegaran bagi guru dan tenaga kependidikan dengan memperhatikan masa tugas, wilayah kerja, kualifikasi guru, formasi, dan kebutuhan tenaga kependidikan.
(4) Promosi dan rotasi bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan secara cermat, akurat, dan akuntabel berdasarkan profesionalisme.

Pasal 19
(1) Pendidik yang memenuhi kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi tertentu dapat diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
(2) Kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi yang dimaksud dalam pasal (1) berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, kemampuan manajerial, dan prestasi kerja dalam pendidikan.
(3) Ketentuan standar kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi sebagaimana pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan Bupati.

Pasal 20
(1) Masa kerja Kepala Sekolah/Madrasah setiap periode selama 4 (empat) tahun dan dapat ditugaskan kembali.
(2) Masa tugas Kepala Sekolah/Madrasah paling lama 2(dua) periode.
(3) Kepala Sekolah/Madrasah yang masa tugasnya berakhir dan/atau tidak lagi diberikan tugas sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, dapat menjadi tenaga pendidik.

Pasal 21
(1) Pengangkatan Kepala Sekolah/Madrasah perlu membentuk Tim Pertimbangan.
(2) Penempatan Kepala Sekolah/Madrasah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Kepala Kantor Departemen Agama, serta Badan Pengelola.
(3) Ketentuan pengangkatan dan penempatan Kepala Sekolah/Madrasah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
DANA PENDIDIKAN DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Dana Pendidikan

Pasal 22
Sumber dana pendidikan berasal dari :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Daerah;
d. Masyarakat; dan
e. Sumber-sumber lain yang sah.

Bagian Kedua
Pembiayaan Pendidikan

Pasal 23
(1) Pembiayaan pendidikan meliputi :
a. biaya investasi;
b. biaya operasonal; dan
c. biaya personal.
(2) Biaya investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. biaya penyediaan sarana prasarana;
b. pengembangan sumber daya manusia; dan
c. modal kerja tetap.
(3) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. gaji pendidik dan tenaga kependidikan dan tunjangan yang melekat pada gaji;
b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai;
c. biaya operasional tak langsung berupa daya listrik, air, telepon, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi;
(4) Biaya personal merupakan biaya yang dikeluarkan peserta didik yang meliputi pakaian, transport, buku pribadi, konsumsi, dan akomodasi.
Pasal 24
(1) Satuan pendidikan dapat menghimpun swadaya biaya investasi dan biaya operasional dari wali murid yang terlebih dahulu mendapat ijin dari Bupati.
(2) Sumbangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan.
(3) Ketentuan penetapan besaran sumbangan di tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan komite sekolah, wali murid, satuan pendidikan.
(4) Besaran sumbangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB IX
DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH/ MADRASAH

Pasal 25
(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melelui Dewan pendidikan dan Komite Sekolah/madrasah.
(2) Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasaranan, serta pengawasan pendidikan.
(3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungantenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pada tingkat satuan pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 26
(1) Dewan pendidikan berhak :
a. Berperan serta dalam perumusan kebijakan penyelenggaraan pendidikan di daerah;
b. memperoleh segala informasi yang dibutuhkan; dan
c. memperoleh pendanaan dari APBD.
(2) Dewan pendidikan berkewajiban memberikan laporan pertanggung jawaban kepada seluruh anggota melalui forum pertemuan di tingkat kabupaten, yang terbuka dengan melibatkan komite sekolah/madrasah dan orang tua/ wali peserta didik.

Pasal 27
(1) Komite sekolah/Madrasah berhak :
a. terlibat di dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi satuan pendidikan di luar kegiatan belajar mengajar;
b. meminta keterangan dan pertanggungjawaban kepada satuan pendidikan yang terkait dengan anggaran belanja dan pendapatan sekolah yang bersumber dari masyarakat.
(2) Komite Sekolah/Madrasah berkewajiban :
a. menampung dan mewadahi aspirasi satuan pendidikan dan atau masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi di setiap satuan pendidikan;
b. menyusun program kerja berdasarkan rencana pengembangan satuan pendidikan;
c. menyelenggarakan rapat bersama orang tua peserta didik dalam pengambilan keputusan terkait dengan anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang disusun oleh kepala sekolah;
d. Melaporkan pertanggungjawabannya setiap tahun kepada badan pengelola dan/atau orang tua/wali peserta didik.

BAB X
KURIKULUM

Pasal 28
(1) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
(2) Satuan pendidikan wajib menyelenggarakan kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan karakteristik daerah.
(3) Kurikulum muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun oleh Tim yang dibentuk dengan keputusan Bupati.
(4) Standar Isi muatan lokal ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB XI
EVALUASI, AKREDITASI DAN SERTIFIKASI

Bagian Pertama
Evaluasi

Pasal 29
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pemantauan dan pengendalian mutu pendidikan di daerah sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
(2) Evaluasi dilakukan pada semua jenjang, mulai pendidikan dasar sampai dengan menengah.
(3) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.

Pasal 30
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai ketercapaian.
(3) Pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kedua
Akreditasi

Pasal 31
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 3.
(2) Kelayakan program dan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kualifikasi guru, pagu, kelengkapan sarana prasarana, manajemen sekolah/ madrasah, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
(3) Akreditasi dapat diajukan oleh setiap satuan pendidikan paling lama empat tahun sekali.
(4) Pelaksanaan akreditasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 32
(1) Sertifikat dalam bentuk Ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar atau dokumen yang dipersamakan.
(2) Sertifikat diberikan kepada peserta didik yang telah mengikuti dan menyelesaikan penilaian hasil belajar pada akhir pendidikan dan/atau mencapai kompetensi tertentu.
(3) Sertifikat diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan sebagai pengakuan penyelesaian suatu jenjang pendidikan.
(4) Ketentuan sertifikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XII
BUKU TEKS PELAJARAN
Pasal 33

(1) Buku teks digunakan sebagai acuan wajib oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
(2) Buku teks pelajaran tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila :
a. ada perubahan kurikulum;
b. buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh pejabat yang berwenang.
(3) Buku teks untuk mata pelajaran muatan lokal sebagaimana dimaksud Pasal 28 ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(4) Pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, atau komite sekolah/madrasah tidak dibenarkan melakukan penjualan buku kepada peserta didik.

Pasal 34
Pemerintah Daerah bertanggungjawab untuk mengawasi dan mengontrol standar mutu buku teks pelajaran.

BAB XIII
PELAYANAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Standar Pelayanan Minimal

Pasal 35
Pemerintah daerah dan satuan pendidikan wajib menyusun dan menetapkan standar pelayanan minimal dengan memperhatikan lingkungan, kepentingan, dan masukan dari dewan pendidikan, komite sekolah/madrasah, dan orang tua/wali peserta didik.

Pasal 36
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan meliputi:
a. Dasar hukum Badan Pengelola dan status hak tanah;
b. Kepemilikan Personalia yang terdiri atas Kepala Sekolah/Madrasah, Tenaga Pendidik dan Kependidikan, ruang kelas, ruang tenaga pendidik dan kependidikan, perpustakaan, dan Mandi Cuci kakus;
c. Informasi program kerja dan/atau layanan masyarakat satu kali dalam setahun;
d. Pertanggungjawaban oleh Kepala Pengelola atas penyelenggaraan layanan pendidikan;
e. Standar biaya operasional berdasarkan ketentuan Bupati;
f. Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah sekurang-kurangnya S-1 Kependidikan dan/atau sederajat;
g. Pengawasan intern dilakukan oleh Komite Sekolah/madrasah dan/atau Badan Pengelola;
h. Tata cara pengaduan, kritik, dan saran ditindaklanjuti sekolah/madrasah paling lambat 7(tujuh) hari sejak permohonan diterima.

Bagian Kedua
Maklumat Pelayanan Pendidikan

Pasal 37
(1) Maklumat pelayanan pendidikan disusun oleh Pemerintah Daerah, dewan pendidikan, komite sekolah/madrasah, dan satuan pendidikan.
(2) Maklumat pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud Ayat (1) disusun dengan melibatkan peran serta orang tua/wali peserta didik, LSM, dan perguruan tinggi.

Bagian Ketiga
Indeks Kepuasan Masyarakat

Pasal 38
(1) Indeks kepuasan masyarakat bertujuan mengetahui angka kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
(2) Pemerintah Daerah dan Lembaga Mandiri melakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
(3) Pedoman penyusunan kepuasan masyarakat disusun dalam bentuk indeks kepuasan masyarakat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XIV
KERJASAMA PENDIDIKAN

Pasal 39
(1) Satuan Pendidikan dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat untuk menyelenggarakan program life skill.
(2) Kerjasama antar satuan pendidikan dapat dilakukan oleh berbagai satuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan satuan pendidikan di Kabupaten Gresik.
(3) Kerjasama sebagaimana pada ayat (1) meliputi pendidikan dan pelatihan serta pengembangan program pendidikan.

BAB XV
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ASING

Pasal 40
(1) Penyelenggaraan pendidikan asing dapat dilaksanakan di Kabupaten Gresik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga pendidikan asing wajib bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola Daerah.
(3) Pendirian Lembaga pendidikan asing seperti dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVI
DATA DAN INFORMASI

Pasal 41
(1) Data dan informasi disusun satuan pendidikan untuk menunjang pembangunan pendidikan di daerah.
(2) Data dan Informasi yang dimaksud pada pasal (1) berdasarkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten (SIMPendkab).
(3) SIMPendkab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat terbuka dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
(4) Ketentuan mengenai SIMPendkab diatur berdasarkan peraturan Bupati.

BAB XVII
KETENTUAN PIDANA

Bagian Kesatu
Sanksi Administrasi

Pasal 42
1. Satuan Pendidikan yang melanggar Pasal 11 ayat (2) dikenakan sanksi adminsitrasi berupa teguran tertulis dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
2. Teguran tertulis dilakukan 3 kali dengan selang waktu 7(tujuh) hari untuk tiap teguran.
3. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dilaksanakan maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mencabut ijin pendirian.

Pasal 43
(1) Penyelenggara Satuan Pendidikan yang melanggar Pasal 14 dan 15 dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atau Badan yang diberi kewenangan.
(2) Teguran tertulis dilakukan 3 kali dengan selang waktu 7 (tujuh) hari untuk tiap teguran.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dilaksanakan maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atau Badan yang diberi kewenangan dapat menonaktifkan dari tugas.

Pasal 44
(1) Orang tua atau wali murid yang tidak melaksanakan pendidikan dasar bagi anaknya dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Teguran tertulis dilakukan 3(tiga) kali dengan selang waktu 7 (tujuh) hari untuk tiap teguran.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dilaksanakan maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengumumkan.

Bagian kedua
Sanksi Pidana

Pasal 45
Penyelenggara Satuan Pendidikan yang menyalahgunakan fungsi Satuan Pendidikan, memalsukan dokumen, menerbitkan sertifikat untuk yang tidak berhak dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling besar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 46
Peraturan Daerah ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran daerah Kabupaten Gresik.


Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 2006


BUPATI GRESIK
DRS. KH. ROBBACH MA’SUM, M.M.

-------------------------------------------------

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR...... TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DI KABUPATEN GRESIK

I. UMUM
Pada hakikatnya, Penyelenggaraan Pendidikan dalam konteks daerah berfungsi mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik, dan membentuk watak serta budaya masyarakat Gresik yang berbudaya dan bermartabat, serta menerapkan nilai-nilai religius guna mewujudkan masyarakat Gresik yang berakhlak mulia, berilmu, dan memiliki kecakapan hidup melalui sinergitas penyelenggaraan pendidikan.
Peraturan daerah bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap; (1) Penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Gresik; (2) Pemerataan kesempatan pendidikan, terutama bagi anak usia wajib belajar sembilan tahun, dan anak penyandang cacat; (3) Peningkatan mutu pembelajaran, tenaga pendidik dan kependidikan, serta pengelolaan satuan pendidikan berbasis masyarakat di kabupaten Gresik; (4) Relevansi antara angka transisi, angka partisipasi murni, dan manfaat lulusan terhadap dunia usaha dunia industri, (5) Transparansi anggaran pendidikan, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan.
Pendidikan di Kabupaten Gresik merupakan upaya perwujudan masyarakat Gresik yang agamis, demokratis, cerdas, terampil, berbudaya, dan berdaya saing. Maka. prinsip demokrasi, partisipasi, pemerataan, keadilan, yang memperhatikan potensi dan keanekaragaman adat budaya yang merupakan hakekat otonomi daerah yang perlu ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan. Visi ini dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subyek dan sekaligus obyek dalam membangun kehidupan yang berharkat dan bermartabat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya. Di samping itu, sistem penyelenggaraan pendidikan di Gresik diyakini akan mampu mencerahkan dan memberdayakan pranata sosial lainnya (ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, budaya, agama, dsb.) bagi keberlangsungan hidup individu dan masyarakat untuk menjawab tantangan pembangunan daerah, nasional, dan global. Dengan demikian, terjadi interaksi secara fungsional antara peserta didik, lembaga pendidikan, dan pranata sosial terkait lainnya dalam satu tatanan sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang sinergik dan produktif.
Tujuan pendidikan Gresik perlu dicapai melalui upaya sinergis dari semua pihak yang berkepentingan dan mereka yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Dengan tercapainya tujuan pendidikan, masyarakat Gresik akan mampu bertahan, berkembang, dan bersaing dalam percaturan nasional.
Sebagai upaya di atas, penyelenggaraan pendidikan di kabupaten Gresik mengarah pada standar pelayanan minimal pendidikan yang melandasi (1) pencapaian target wajib belajar 9 tahun, (2) Pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, kebudayaan, kepemudaan dan olah raga, (3) Peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan tenaga pendidikan. Untuk menunjang hal tersebut, maka pemerintah mengoptimalkan pembinaan agama sampai pada tataran perilaku, menjadikan lembaga pendidikan sebagai pelayan masyarakat untuk menghasilkan SDM yang mampu menghormati perbedaan dan perubahan, meningkatkan fungsi lembaga pendidikan formal da nonformal dalam penerapan iptek, menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana pelestarian budaya sebagai ekstra kurikuler wajib bagi setiap jenjang pendidikan, menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana pengembangan SDM yang kreatif, peka terhadap lingkungan dan mampu membaca serta memanfaatkan peluang serta meningkatkan pembinaan pemuda.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi pendidikan daerah, diperlukan acuan dasar bagi seluruh masyarakat Gresik. Acuan dasar yang dimaksud memiliki beberapa manfaat. Pertama, masyarakat Gresik diharapkan dapat membangun komitmen dan menggerakkan segenap komponen masyarakat untuk membangun sistem pendidikan sebagai salah satu pranata sosial yang agamis, demokratis, cerdas, terampil, berbudaya, dan berdaya saing sehingga mampu menghasilkan standar keunggulan yang berciri khas lokal. Pranata sosial yang demikian adalah yang didukung oleh sumber daya manusia profesional, infra struktur dan sarana pendukung yang mendidik, dengan manajemen berasaskan keterbukaan yang dinamis dan mengutamakan peran serta masyarakat sehingga memiliki daya tawar yang kuat terhadap pranata-pranata sosial yang lain. Kedua, visi tersebut dapat menciptakan makna pendidikan bagi masyarakat dan dapat menjadi sarana untuk menjembatani keadaan sekarang dengan masa yang akan datang. Terakhir, dalam jangka panjang, dengan visi tersebut masyarakat Gresik mampu melakukan pembudayaan dan pemberdayaan sistem, iklim, dan proses pendidikan di Gresik yang demokratis dan mengutamakan mutu dalam perspektif daerah nasional, internasional, dan global.
Akhirnya, mengacu pada visi, misi, dan tujuan Kabupaten Gresik serta dalam rangka menjawab tantangan pendidikan nasional, perlu disusun strategi pembangunan dan pengembangan pendidikan dalam bentuk peraturan daerah yang akan dijadikan landasan penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Gresik.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Yang diamaksud lembaga perbatuan adalah lembaga vertikal pemerintah, dalam hal ini Kantor Departemen Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Butir a
Cukup jelas
Butir b
Cukup jelas
Butir c
Cukup jelas
Butir d
Cukup jelas
Butir e
Wajar pendidikan dasar 12 tahun dimulai tahun pelajaran 2007/2008.
Butir f
Cukup jelas
Butir g
Cukup jelas
Butir h
Cukup jelas
Butir i
Cukup jelas
Butir j
Cukup jelas
Butir k
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup Jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Butir a
Tunjangan kesejahteraan sekurang-kurangnya 10 persen setiap bulan dari UMK Gresik yang mencakup semua tenaga pendidik di setiap jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi di Kabupaten Gresik
Butir b
Cukup jelas
Butir c
Proses perlindungan hukum dengan mempertimbangkan tempat kejadian perkara dan otonomi sekolah/madrasah pada setiap tenaga pendidik atau tenaga kependidikan meskipun di luar masa tugas
Butir d
Cukup jelas
Butir e
Cukup jelas
Butir f
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini diperkecualikan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karateristik daerah yang dimaksud dalam ayat ini terdiri atas multi sektor yang meliputi industri, kelautan, pertanian, perdagangan, dan lainnya yang menjadi potensi daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penjualan buku pelajaran dapat diusahakan oleh koperasi sekolah melalui rapat komite sekolah/madrasah berdasarkan standar harga pasar.

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Maklumat dapat berbentuk pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan, Kepala Kantor Departemen Agama, dan Dewan Pendidikan yang dipublikasikan melalui media informasi di daerah setiap satu tahun ajaran.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Read More......

Kamis, 10 April 2008

Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2005

TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG
HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;

b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;

c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya tanggal 16 Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak¬-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);

d. bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan yang menjamin persamaan kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus¬ menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);

5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026);


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA).



Pasal 1

(1 ) Mengesahkan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1.

(2) Salinan naskah asli International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.




Pasal 2

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2005

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 118





PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2005
TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG
HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)


I. UMUM

1. Sejarah Perkembangan Lahirnya Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Sipil dan Politik.

Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memproklamasikan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, untuk selanjutnya disingkat DUHAM), yang memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar, dan yang dimaksudkan sebagai acuan umum hasil pencapaian untuk semua rakyat dan bangsa bagi terjaminnya pengakuan dan penghormatan hak-hak dan kebebasan dasar secara universal dan efektif, baik di kalangan rakyat negara-negara anggota PBB sendiri maupun di kalangan rakyat di wilayah-wilayah yang berada di bawah yurisdiksi mereka.

Masyarakat internasional menyadari perlunya penjabaran hak-hak dan kebebasan dasar yang dinyatakan oleh DUHAM ke dalam instrumen internasional yang bersifat mengikat secara hukum. Sehubungan dengan hal itu, pada tahun 1948, Majelis Umum PBB meminta Komisi Hak Asasi Manusia (KHAM) PBB yang sebelumnya telah mempersiapkan rancangan DUHAM untuk menyusun rancangan Kovenan tentang HAM beserta rancangan tindakan pelaksanaannya. Komisi tersebut mulai bekerja pada tahun 1949. Pada tahun 1950, MU PBB mengesahkan sebuah resolusi yang menyatakan bahwa pengenyaman kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dasar di satu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya di lain pihak bersifat saling terkait dan saling tergantung. Setelah melalui perdebatan panjang, dalam sidangnya tahun 1951, MU PBB meminta kepada Komisi HAM PBB untuk merancang dua Kovenan tentang hak asasi manusia: (1) Kovenan mengenai hak sipil dan politik; dan (2) Kovenan mengenai hak ekonomi, sosial dan budaya. MU PBB juga menyatakan secara khusus bahwa kedua Kovenan tersebut harus memuat sebanyak mungkin ketentuan yang sama, dan harus memuat pasal yang akan menetapkan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri.

Komisi HAM PBB berhasil menyelesaikan dua rancangan Kovenan sesuai dengan keputusan MU PBB pada 1951, masing-masing pada tahun 1953 dan 1954. Setelah membahas kedua rancangan Kovenan tersebut, pada tahun 1954 MU PBB memutuskan untuk memublikasikannya seluas mungkin agar pemerintah negara¬-negara dapat mempelajarinya secara mendalam dan khalayak dapat menyatakan pandangannya secara bebas. Untuk tujuan tersebut, MU PBB menyarankan agar Komite III PBB membahas rancangan naskah Kovenan itu pasal demi pasal mulai tahun 1955. Meskipun pembahasannya telah dimulai sesuai dengan jadwal, naskah kedua Kovenan itu baru dapat diselesaikan pada tahun 1966. Akhirnya, pada tanggal 16 Desember 1966, dengan resolusi 2200A (XXI), MU PBB mengesahkan Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik bersama-sama dengan Protokol Opsional pada Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mulai berlaku pada tanggal 3 Januari 1976.


2. Pertimbangan Indonesia untuk menjadi Pihak pada International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya)

Indonesia adalah negara hukum dan sejak kelahirannya pada tahun 1945 menjunjung tinggi HAM. Sikap Indonesia tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa meskipun dibuat sebelum diproklamasikannya DUHAM, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah memuat beberapa ketentuan tentang penghormatan HAM yang sangat penting. Hak-hak tersebut antara lain hak semua bangsa atas kemerdekaan (alinea pertama Pembukaan); hak atas kewarganegaraan (Pasal 26); persamaan kedudukan semua warga negara Indonesia di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat (1)); hak warga negara Indonesia atas pekerjaan (Pasal 27 ayat (2); hak setiap warga negara

Indonesia atas kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat (2); hak berserikat dan berkumpul bagi setiap warga negara (Pasal 28); kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu (Pasal 29 ayat (2); dan hak setiap warga negara Indonesia atas pendidikan (Pasal 31 ayat (1) ).

Sikap Indonesia dalam memajukan dan melindungi HAM terus berlanjut meskipun Indonesia mengalami perubahan susunan negara dari negara kesatuan menjadi negara federal (27 Desember 1949 sampai dengan 15 Agustus 1950). Konstitusi yang berlaku pada waktu itu, yaitu Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS), memuat sebagian besar pokok-pokok HAM yang tercantum dalam DUHAM dan kewajiban Pemerintah untuk melindunginya (Pasal 7 sampai dengan Pasal 33).

Indonesia yang kembali ke susunan negara kesatuan sejak 15 Agustus 1950 terus melanjutkan komitmen konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi HAM. Undang¬-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS RI Tahun 1950) yang berlaku sejak 15 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, sebagaimana Konstitusi RIS, juga memuat sebagian besar pokok-pokok HAM yang tercantum dalam DUHAM dan kewajiban Pemerintah untuk melindunginya (Pasal 7 sampai dengan Pasal 33), dan bahkan sebagian sama bunyinya kata demi kata dengan ketentuan yang bersangkutan yang tercantum dalam Konstitusi RIS. Di samping komitmen nasional, pada masa berlakunya UUDS RI Tahun 1950, Indonesia juga menegaskan komitmen internasionalnya dalam pemajuan dan perlindungan HAM, sebagaimana yang ditunjukkan dengan keputusan Pemerintah untuk tetap memberlakukan beberapa konvensi perburuhan yang dihasilkan oleh International Labour Organization (Organisasi Perburuhan Internasional) yang dibuat sebelum Perang Dunia II dan dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda oleh Pemerintah Belanda, menjadi pihak pada beberapa konvensi lain yang dibuat oleh Organisasi Perburuhan Internasional setelah Perang Dunia II, dan mengesahkan sebuah konvensi HAM yang dibuat oleh PBB, yakni Convention on the Political Rights of Women 1952 (Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan 1952), melalui Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958.

Dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia, upaya penegakan dan perlindungan HAM telah mengalami pasang surut. Pada suatu masa upaya tersebut berhasil diperjuangkan, tetapi pada masa lain dikalahkan oleh kepentingan kekuasaan.

Akhirnya, disadari bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mengindahkan penghormatan, penegakan dan perlindungan HAM akan selalu menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat luas dan tidak memberikan landasan yang sehat bagi pembangunan ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk jangka panjang.

Gerakan reformasi yang mencapai puncaknya pada tahun 1998 telah membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk melakukan koreksi terhadap sistem dan praktik¬-praktik masa lalu, terutama untuk menegakkan kembali pemajuan dan perlindungan HAM.

Selanjutnya Indonesia mencanangkan Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM melalui Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 1998-2003 yang kemudian dilanjutkan dengan RAN HAM kedua melalui Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2004-2009 dan ratifikasi atau pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, 1984 (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia, 1984) pada 28 September 1998 (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3783). Selain itu melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999, Indonesia juga telah meratifikasi International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial).

Pada tanggal 13 November 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengambil keputusan yang sangat penting artinya bagi pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM, yaitu dengan mengesahkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang lampirannya memuat "Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia" (Lampiran angka I) dan "Piagam Hak Asasi Manusia" (Lampiran angka II).

Konsideran Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tersebut menyatakan, antara lain, "bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan, dan kehendak bagi pelaksanaan hak asasi manusia dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara" (huruf b) dan "bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa serta instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia" (huruf c). Selanjutnya, Ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia" (Lampiran IB angka 2). Sebagaimana diketahui bahwa DUHAM 1948, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Protokol Opsional pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya adalah instrumen¬-instrumen internasional utama mengenai HAM dan yang lazim disebut sebagai "International Bill of Human Rights" (Prasasti Internasional tentang Hak Asasi Manusia), yang merupakan instrumen-instrumen internasional inti mengenai HAM.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan pertama disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 1999; perubahan kedua disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000; perubahan ketiga disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001; dan perubahan keempat disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002. Perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 menyempurnakan komitmen Indonesia terhadap upaya pemajuan dan perlindungan HAM dengan mengintegrasikan ketentuan-ke1entuan penting dari instrumen-instrumen internasional mengenai HAM, sebagaimana tercantum dalam BAB XA tentang Hak Asasi Manusia. Perubahan tersebut dipertahankan sampai dengan perubahan keempat Undang¬-Undang Dasar 1945, yang kemudian disebut dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta komitmen bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional untuk memajukan dan melindungi HAM, Indonesia perlu mengesahkan instrumen-instrumen internasional utama mengenai HAM, khususnya International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) serta International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).


3. Pokok-pokok Isi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal.

Pembukaan Kovenan ini mengingatkan negara-negara akan kewajibannya menurut Piagam PBB untuk memajukan dan melindungi HAM, mengingatkan individu akan tanggung jawabnya untuk bekerja keras bagi pemajuan dan penaatan HAM yang diatur dalam Kovenan ini dalam kaitannya dengan individu lain dan masyarakatnya, dan mengakui bahwa, sesuai dengan DUHAM, cita-cita umat manusia untuk menikmati kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan hanya dapat tercapai apabila telah tercipta kondisi bagi setiap orang untuk dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya serta hak-hak sipil dan politiknya.

Pasal 1 menyatakan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepada semua negara, termasuk negara-negara yang bertanggung jawab atas pemerintahan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut. Pasal ini mempunyai arti yang sangat penting pada waktu disahkannya Kovenan ini pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak wilayah jajahan.

Pasal 2 menetapkan kewajiban Negara Pihak untuk mengambil langkah-Langkah bagi tercapainya secara bertahap perwujudan hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini dan memastikan pelaksanaan hak-hak tersebut tanpa pembedaan apa pun. Negara¬-negara berkembang, dengan memperhatikan HAM dan perekonomian nasionalnya, dapat menentukan sampai seberapa jauh negara-negara tersebut akan menjamin hak-hak ekonomi yang diakui dalam Kovenan ini bagi warga negara asing. Untuk ketentuan ini, diperlukan pengaturan ekonomi nasional.

Pasal 3 menegaskan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

Pasal 4 menetapkan bahwa negara pihak hanya boleh mengenakan pembatasan atas hak-hak melalui penetapan dalam hukum, sejauh hal itu sesuai dengan sifat hak-hak tersebut dan semata-mata untuk maksud memajukan kesejahteraan umum dalam masyarakat demokratis.

Pasal 5 menyatakan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak kepada negara, kelompok, atau seseorang untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau melakukan tindakan yang bertujuan menghancurkan hak atau kebebasan mana pun yang diakui dalam Kovenan ini atau membatasinya lebih daripada yang ditetapkan dalam Kovenan ini. Pasal ini juga melarang dilakukannya pembatasan atau penyimpangan HAM mendasar yang diakui atau yang berlaku di negara pihak berdasarkan hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan dalih bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak tersebut atau mengakuinya tetapi secara lebih sempit.

Pasal 6 sampai dengan pasal 15 mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (Pasal 8), hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda (Pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (Pasal 11), hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (Pasal 12), hak atas pendidikan (Pasal 13 dan 14), dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (PasaI1).

Selanjutnya Pasal 16 sampai dengan Pasal 25 mengatur hal-hal mengenai pelaksanaan Kovenan ini, yakni kewajiban negara pihak untuk menyampaikan laporan kepada Sekretaris Jenderal PBB mengenai tindakan yang telah diambil dan kemajuan yang telah dicapai dalam penaatan hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini (Pasal 16 dan Pasal 17), penanganan laporan tersebut oleh ECOSOC (Pasal 18 sampai dengan Pasal 22), kesepakatan tentang lingkup aksi internasional guna mencapai hak-hak yang diakui dalam Kovenan (Pasal 23), penegasan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan yang dapat ditafsirkan sebagai mengurangi ketentuan Piagam PBB dan konstitusi badan-badan khusus yang berkenaan dengan masalah-masalah yang diatur dalam Kovenan ini (Pasal 24), dan penegasan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan ini yang boleh ditafsirkan sebagai mengurangi hak yang melekat pada semua rakyat untuk menikmati secara penuh dan secara bebas kekayaan dan sumber daya alam mereka (Pasal 25).

Kovenan diakhiri dengan ketentuan penutup yang mengatur pokok-pokok yang bersifat prosedural (Pasal 26 sampai dengan Pasal 31), dan yang mencakup pengaturan penandatanganan, pengesahan, aksesi, dan penyimpanan Kovenan ini, serta tugas Sekretaris Jenderal PBB sebagai penyimpan (depositary) (Pasal 26 dan Pasal 30), mulai berlakunya Kovenan ini (Pasa! 27), lingkup wilayah berlakunya Kovenan ini di negara pihak yang berbentuk federal (Pasal 28), prosedur perubahan (Pasal 29), dan bahasa yang digunakan dalam naskah otentik Kovenan ini (Pasal 31).



II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Ayat (1)
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) merupakan dua instrumen yang saling tergantung dan saling terkait. Sebagaimana dinyatakan oleh MU PBB pada tahun 1977 (resolusi 32/130 Tanggal 16 Desember 1977), semua hak asasi dan kebebasan dasar manusia tidak dapat dibagi¬-bagi dan saling tergantung (interdependent). Pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan kedua kelompok hak asasi ini harus mendapatkan perhatian yang sama. Pelaksanaaan, pemajuan, dan perlindungan semua hak-hak ekonomi, sosial, dan pudaya tidak mungkin dicapai tanpa adanya pengenyaman hak-hak sipil dan politik.


(Ayat 2)
Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia, naskah yang berlaku adalah naskah asli dalam bahasa Inggris Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 Kovenan ini.


Pasal 2
Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4557

Read More......