KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR 1457/MENKES/SK/X/2003
TENTANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA
Ada juga
Skema Pengembangan Kapasitas Pelayanan Kesehatan Kota/Kab
(klik untuk membaca/mengunduh)
Semoga bermanfaat!...
Teman-teman semua, ini naskah final UU KIP (meski belum ada nomornya dari Presiden) berikut penjelasan.
Kiriman dari teman-teman koalisi KMIP. Semoga bermanfaat!...
Untuk UU KIP klik di sini, sedangkan penjelasannya klik di sini.
Salam
Menghadapi tahun ajaran baru, banyak masyarakat yang memiliki anak usia sekolah mulai gelisah. Khususnya bagi mereka yang anaknya akan menempuh ujian nasional, masuk sekolah, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Kegelisahan yang disebabkan karena biaya pendidikan anaknya tidak dapat dipersiapkan sejak dini. Masyarakat tidak bisa mempersiapkan biaya pendidikan khususnya pada masa peralihan tersebut sejak awal. Bagaimana persiapan akan dilakukan masyarakat, jika setiap tahun ajaran baru hampir pasti biaya sekolah juga baru. Pengeluaran-pengeluaran biaya pendidikan tidak bisa diprediksi sejak awal. Dari manakah masalah ini akan diselesaikan?
Hak Pendidikan merupakah salah satu bagian dari Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB), atau sering dikenal sebagai ECOSOC (Economy, Social and Cultural) Rights. Jaminan pemenuhan Hak EKOSOB ini tertuang dalam Kovenan Internasional ECOSOC Right. Negara Indonesia meratifikasi Kovenan ini pada tanggal 28 Oktober 2005 dan mengesahkannya dalan Undang-undang No. 11 Tahun 2005. Pemenuhan terhadap hak pendidikan merupakan satu upaya pemenuhan hak Ekosob secara menyeluruh. Pemenuhan hak pendidikan masyarakat tidak bisa lepas dari melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi. Melalui pemecahan masalah tersebut, maka solusi pemenuhan hak pendidikan masyarakat dapat tercapai.
Jaminan terhadap pemenuhan hak pendidikan masyarakat tidak hanya pada Undang-undang No. 11 tahun 2005 saja. UUD 1945 dan UU sisdiknas juga memberikan mandat bagi pemenuhan hak pendidikan. Kewajiban penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan belajar dan mengajar oleh pemerintah saja akan tetapi juga jaminan keterpenuhan dan keterjangkauan pendidikan masyarakat dijamin dalam perundang-undangan tersebut. Bahkan jelas disebutkan dalam Kovenan tersebut di atas, bahwa masyarakat berhak mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.
Sistem pelayanan publik dalam bidang pendidikan diharapkan dapat memenuhi standar dan proses sesuai Kovenan EKOSOB haruslah mempunyai satu konsistensi yang kuat, mulai dari tataran konstitusi, kebijakan, implementasi, sampai sistem monitoring evaluasinya. Karenanya untuk menjamin terciptanya sistem yang responsif, berorientasi pada kebutuhan pengguna, dan efisien, prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) menjadi sangat relevan dan penting. Berbagai persoalan dalam capaian pelayanan publik dapat dijejaki akar permasalahannya pada rendahnya kualitas tata-pemerintahan di Indonesia, seperti kurangnya transparansi pembuatan keputusan, tidak dihargainya partisipasi publik dalam pembuatan keputusan dan lemahnya akuntabilitas pemerintah terkait maupun penyedia layanan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masih banyak terdapat masalah-masalah yang harus diselesaikan pemerintah dalam bidang pendidikan ini. Salah satu masalah yang penting untuk diselesaikan dan menjadi penyebab terjadinya banyak persoalan yang lain adalah belum adanya standar biaya pendidikan di Kota Surakarta. Selama ini standar biaya pendidikan hanya dipakai oleh Dinas Pendidikan sebagai acuan penyusunan program-programnya. Standarisasi ini belum menjadi peraturan yang wajib dilaksanakan oleh sekolah-sekolah yang ada di Kota Surakarta. Sehingga penetapan biaya-biaya pendidikan menjadi berbeda-beda. Sementara itu, penyusunannya juga masih didominasi informasi dari Kepala Sekolah yang notabene representasi dari pemerintah daerah. Masyarakat, secara personal maupun melaui komite sekolah, ormas, LSM, maupun dewan pendidikan belum dilibatkan di dalamnya.
Ada beberapa persoalan yang muncul dari tidak adanya standarisasi biaya pendidikan ini. Pertama, telah terjadi diskriminasi terhadap siswa. Diskriminasi terjadi berawal dari kesenjangan biaya sekolah antara sekolah satu dengan sekolah yang lain. Bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu meskipun sebenarnya secara kualitas pandai tidak akan ada kesempatan, (Secara normatif hal ini tentu akan ditentang oleh pihak sekolah, namun realitanya masih banyak terjadi), sedangkan bagi siswa yang berasal dari keluarga mampu akan leluasa memilih sekolah. Meskipun ketika masuk sekolah kejadian ini diminimalkan dengan PSB Online, namun biaya-biaya yang telah diterapkan sebelumnya kerapkali menjadi pertimbangan siswa untuk memilih sekolahnya. Masih banyak muncul persepsi di masyarakat bahwa semakin favorit sebuah sekolah maka akan semakin mahal biaya sekolahnya.
Kedua, perencanaan-perencanaan program dan penganggaran kurang tepat sasaran. Perencanaan program dan penganggaran senantiasa berpijak data yang ada. Dengan data tersebut, hasil yang diharapkan dari program tersebut dapat terukur. Program beasiswa misalnya. Ada dua jenis beasiswa yang diberikan oleh pemerintah setiap tahunnya. Beasiswa bagi siswa tidak mampu dan beasiswa bagi siswa berprestasi. Diakui atau tidak, masih banyak terjadi di Kota Surakarta ini kasus pemberian beasiswa bagi siswa tidak mampu berdasarkan kuota. Hal ini juga memunculkan permasalahan masih banyaknya siswa dari keluarga miskin yang belum tersentuh program tersebut. Selain itu belum jelasnya peruntukan beasiswa tersebut untuk meringankan beban apa saja, juga belum jelas.
Ketiga, terjadinya monopoli kebutuhan siswa oleh sekolah. Dengan tidak adanya standarisasi biaya ini, memunculkan monopoli kebutuhan siswa oleh pihak sekolah. Khususnya pada item seragam, mulai dari topi, baju, ikat pinggang, hingga sepatu dan kaos kaki dikoordinir oleh sekolah. Tujuan awalnya adalah agar terlihat rapi. Namun disisi lain orang tua siswa tidak bisa menentukan pembelian seragam anak sesuai dengan kemampuannya. Bagi keluarga mampu hal ini tidak menjadi masalah. Namun bagi keluarga kurang mampu, hal ini sangat terasa. Mau tidak mau harus membayar sesuai yang ditentukan oleh pihak sekolah.
Keempat, munculnya persaingan tidak sehat antar sekolah. Pendidikan (khususnya pendidikan dasar) sebagai kewajiban negara dan sebagai hak warga negara terkikis pelan-pelan dengan kejadian ini. Meskipun penyelenggaraan pendidikan dasar cuma-cuma sudah diatur dalam peraturan perundangan (termasuk UU No. 11 tahun 2005). Pendidikan mulai mengarah pada komersialisasi. Hal ini bisa dicermati dari kalimat “jer basuki mowo beyo” atau “ono rego ono rupo” dan “Tidak ada yang gratis saat ini, termasuk sekolah,”. Kalimat-kalimat semacam ini sering muncul dari pembicaraan kalangan sekolah atau birokrasi. Perlombaan biaya pendidikan seakan-akan menjadi trend saat ini. Jika dibiarkan berlarut-larut pada akhirnya, negara Iindonesia sendiri yang dirugikan. Akan semakin banyak warganya yang tidak sekolah karena tidak mampu membayar biaya sekolah, kualitas sumber daya manusia menurun, dan akan semakin banyak pengangguran, kesejahteraan rakyat menurun, dan bisa jadi pada akhirnya keutuhan negara Indonesia menjadi terancam. Untuk itu, maka langkah antisipatif harus segera dipikirkan, termasuk di dalamnya segera mengesahkan standar biaya pendidikan.
Keempat, akuntabilitas dan transparansi tidak segera dilaksanakan. Pelibatan siswa dan atau orang tua siswa terhadap proses penetapan biaya pendidikan masih rendah. Hal ini memunculkan “bom waktu” bagi sekolah. Kegelisahan yang terjadi di masyarakat membutuhkan saluran untuk ditindaklanjuti dan tidak menjadi ledakan. Demonstrasi siswa seperti yang baru-baru ini terjadi di salah satu SMU Negeri di Kota Surakarta tidak perlu terjadi jika akuntabilitas dan transparansi sudah dibangun sejak awal. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi merupakan satu langkah dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas di sekolah. Kecuali jika keadaan seperti itu memang diinginkan terjadi. Maka waktu yang sedianya untuk kegiatan belajar mengajar akan habis untuk mengurusi hal tersebut.
Keempat masalah tersebut hanyalah sedikit imbas yang ditimbulkan dari belum adanya standarisasi biaya pendidikan di Kota Surakarta. Masih banyak permasalahan yang lain yang bisa muncul. Jika tidak segera diantisipasi, masalah-masalah tersebut maka akan semakin merepotkan dan semakin sulit diselesaikan. Karena permasalahan yang muncul tersebut senantiasa berhubungan dan saling terkait.
Niat baik dan keterbukaan semua pihak untuk duduk bersama memikirkan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan, khususnya permasalahan standarisasi biaya pendidikan, sangat diperlukan. Agar permasalahan dalam dunia pendidikan di Kota Surakarta dapat diperkecil dan diatasi. Bukan saja untuk melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundangan lain yang mengamanatkan pendidikan dasar cuma-cuma, namun juga untuk bersama-sama berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari kekurangan dan kebodohan.
Mau di posting ke www.eksosob.blogspot.com kok lagi macet .
Kisah Nyata.
Raperda Pendidikan No: 08 HK Th. 2006 (Revisi Setelah Pengambilan Keputusan pasca Public Hearing)
PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
NOMOR : 08 HK TAHUN 2006
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR………………………… TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DI KABUPATEN GRESIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GRESIK
Menimbang :
a. bahwa untuk menjamin penyelenggaraan dan pemerataan akses, peningkatan mutu, dan kualitas masyarakat Gresik yang agamis, demokratis, cerdas, terampil, berbudaya, dan berdaya saing berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional;
b. bahwa berdasarkan semangat otonomi daerah maka pemerintah daerah mempunyai hak untuk membuat peraturan perundang¬undangan yang mengatur tentang sistem penyelenggaraan pendidikan;
c. bahwa sistem penyelenggaraan pendidikan daerah harus tetap terintegrasi dengan sisten pendidikan nasional yang memberi pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manejemen pindidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk peraturan daerah tentang sistem penyelenggaraan pendidikan.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2730;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) ;
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301) ;
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lernbaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (LembaranNegara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Indonesia Nomor 4548);
6. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah; (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant Economic, Social And Cultural Right (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya); (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 118);
8. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1974 tentang Perubahan Nama Kabupaten Surabaya (Lembaran Negara Tahun 174 Nomor 52, Tambahan Negara Nomor 3038);
10. Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 26 Tahun 2000 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Gresik; (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 17 Seri C);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
GRESIK
Dan
BUPATI GRESIK
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUAPTEN GRESIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Gresik;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah lainnya sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Gresik;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gresik;
5. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Gresik;
6. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara;
7. Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi didik melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
8. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan;
9. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan;
10. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh pendidik sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan;
11. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang,dan jenis pendidikan;
12. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi;
13. Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang;
14. Pendidikan Anak Usia Dini, yang selanjutnya disebut PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui motivasi belajar untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut;
15. Pendidikan Jarak Jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lainnya;
16. Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh seluruh masyarakat;
17. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yanh digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu;
18. Muatan Lokal adalah seperangkat rencana pembelajaran pendidikan yang berbasis keunggulan potensi lokal yang meliputi aspek sejarah, nilai tradisional, kepurbakalaan, permuseuman, dan sastra sebagai penunjang kurikulum nasional;
19. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar;
20. Evaluasi Pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan yang meliputi akreditasi, sertifikasi, dan bentuk pelayanan pendidikan secara menyeluruh;
21. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan;
22. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kompetensi akhir peserta didik sebagai tanda telah lulus dari satuan pendidikan;
23. Pelayanan Pendidikan adalah segala kegiatan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan masyarakat atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan dan terkait dengan kepentingan masyarakat;
24. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan, adalah tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan Daerah yang mencakup masukan, proses, hasil, keluaran dan manfaat pendidikan;
25. Dewan Pendidikan Gresik, adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan di Kabupaten Gresik;
26. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang mewadahi beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan;
27. Badan Pengelola adalah lembaga atau perorangan yang berbadan hukum dan mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam penyelenggaraan pendidikan;
28.Anggaran Pendapatan Belanja Daerah untuk selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan daerah yang disusun dan ditetapkan setiap tahun dengan ketentuan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD;
29. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah, untuk selanjutnya disingkat APBS adalah rencana keuangan sekolah/madrasah yang disusun Kepala Sekolah/Madrasah bersama dengan Komite Sekolah/Madrasah;
30. Masyarakat adalah kelompok warga Gresik non Pemerintah yang mempuyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Sistem penyelenggaraan pendidikan yang diatur oleh Peraturan Daerah ini dilaksanakan sesuai dengan asas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Peraturan Daerah bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap:
a. Penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Gresik;
b. Pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan, terutama bagi anak usia wajib belajar sembilan tahun, dan anak penyandang cacat;
c. Peningkatan mutu pembelajaran, tenaga pendidik dan kependidikan, serta pengelolaan satuan pendidikan berbasis masyarakat di kabupaten Gresik;
d. Relevansi antara angka transisi, angka partisipasi murni, dan manfaat lulusan terhadap dunia usaha dunia industri,
e. Transparansi anggaran pendidikan, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan.
BAB III
RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Penyelenggaraan pendidikan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi:
a. Pendidikan dasar;
b. Pendidikan menengah;
c. Pendidikan anak usia dini;
d. Pendidikan keagamaan;
e. Pendidikan jarak jauh;
f. Pendidikan khusus dan layanan khusus;
g. Pendidikan luar sekolah.
Pasal 5
(1) Pendidikan Dasar meliputi SD (Sekolah Dasar)/MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama)/MTs (Madrasah Tsanawiyah).
(2) Pendidikan Menengah meliputi SMA (Seklah Menengah Atas)/MA (Madrasah Aliyah), dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)/MAK (Madrasah Alyah Kejuruan).
(3) Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar yang meliputi jalur formal dan nonformal.
a. Jalur Formal terdiri dari TK (Taman Kanak-Kanak)/RA (Roudlotul Athfal);
b. Jalur Nonformal terdiri dari Kelompok Bermain.
(4) Pendidikan Keagamaan meliputi TKQ (Taman Kanak-Kanak Al-Quran)/TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran), Madrasah Diniyah, dan Pondok Pesantren.
(5) Pendidikan jarak jauh yang meliputi SMP Terbuka, Belajar Jarak jauh, Pendidikan Luar Jarak jauh, dan pendidikan berbasis teknologi informasi ( TV Education).
(6) Pendidikan Khusus dan layanan khusus meliputi SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa), SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa) dan Sekolah Khusus Lainnya.
(7) Pendidikan luar sekolah meliputi pembinaan keolahragaan dan kebudayaan, paket A, paket B, paket C, dan kursus.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SATUAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 6
(1) Setiap badan dan/atau perorangan dapat mendirikan satuan pendidikan dan harus mendapatkan ijin dari Bupati dan/atau lembaga yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
(2) Satuan pendidikan yang memperoleh ijin harus melakukan registrasi untuk memperoleh Nomor Induk Satuan Pendidikan.
(3) Pendirian Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi jaminan deposito sesuai dengan jenjang pendidikan.
(4) Jaminan deposito sebagaimana dimaksud ayat (3) berlaku untuk :
a. pendirian satuan pendidikan pra dasar;
b. pendirian satuan pendidikan dasar; dan
c. pendirian satuan pendidikan menengah.
(5) Tata cara dan syarat pendirian, besaran jaminan deposito, dan registrasi pendirian diatur dengan peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 7
(1) Satuan pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah dikelola oleh Pemerintah Daerah dan/atau lembaga perbantuan.
(2) Satuan pendidikan yang dididirikan oleh masyarakat dikelola oleh Badan Pengelola dan/atau perorangan yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan oleh Kepala Sekolah/Madrasah dan tenaga kependidikan.
(4) Ketentuan pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan diatur dengan peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 8
(1) Pengawasan pendidikan bertujuan untuk peningkatan, pengembangan mutu, dan pencegahan penyimpangan pada satuan pendidikan.
(2) Pengawasan pendidikan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan satuan pendidikan.
(3) Pengawasan pendidikan meliputi pengawasan Kurikulum dan Manajemen.
(4) Pengawasan Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh :
a. Pengawas TK/SD, Pengawas Mata Pelajaran, Pengawas Rumpun Mata Pelajaran, Pengawas Bimbingan Konseling, dan Pengawas SLB melakukan pengawasan di sekolah/madrasah untuk mata pelajaran umum;
b. Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) melakukan pengawasan di sekolah/madrasah untuk mata pelajaran agama Islam;
c. Penilik melakukan pengawasan Pendidikan Luar Sekolah.
(5) Pengawasan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan oleh tim pengawasan manajemen.
(6) Pembentukan tim pengawasan manajemen diatur dengan Keputusan Bupati.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA, MASYARAKAT, SATUAN PENDIDIKAN, DAN PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Orang tua/ Wali Peserta Didik
Pasal 9
(1) Orang tua peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a. memilih satuan pendidikan yang dikehendaki;
b. berperan serta dalam peningkatan mutu pendidikan;
c. memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya;
d. memperoleh keringanan dan/atau dibebaskan dari biaya pendidikan, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(2) Orang tua peserta didik pada setiap satuan pendidikan wajib :
a. menyekolahkan anaknya pada satuan pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah;
b. membantu penyediaan dana dan peningkatan hasil belajar;
c. terlibat aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang kondusif.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 10
(1) Masyarakat berhak berperanserta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi dalam program pendidikan.
(2) Masyarakat berhak memanfaatkan hasil pendidikan berupa:
a. Kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja;
b. Kerjasama pengembangan jaringan informasi kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI);
(3) Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumberdaya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Satuan Pendidikan
Pasal 11
(1) Satuan pendidikan berhak memperoleh pembinaan dan bantuan pendanaan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah dan masyarakat.
(2) Satuan pendidikan berkewajiban :
a. Mewujudkan visi dan misi pendidikan daerah;
b. Mewujudkan suasana keberagamaan di lingkungan satuan pendidikan;
c. Menjamin hak-hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan tanpa membedakan status sosial dan penghasilan/strata sosial ekonomi orang tua/wali siswa;
d. Menjamin peningkatan hasil belajar dan pengembangan manajemen berbasis sekolah;
e. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sekolah, dan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, kepada komite sekolah dan seluruh orang tua/wali peserta didik;
f. Melaporkan hasil perencanaan dan pelaksanaan APBS dan MBS secara terbuka dan bertanggung jawab kepada komite sekolah/madrasah, wali murid dan/atau pemerintah daerah;
g. Menciptakan lingkungan sekitar satuan pendidikan sebagai masyarakat belajar.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah berhak:
a. melakukan pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan;
b. meminta laporan penyelenggaraan satuan pendidikan;
c. melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan satuan pendidikan.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban :
a. Memenuhi kebutuhan guru untuk menjamin keberlangsungan pendidikan pra dasar, pendidikan dasar, dan menengah;
b. Membina dan mengembangkan kualifikasi akademik, kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat;
c. Memberikan pembiayaan untuk meningkatkan profesionalisme guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat;
d. Memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi masyarakat tanpa diskriminasi dan responsif gender;
e. Menjamin tersediannya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi masyarakat yang berusia 7(tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun;
f. Menjamin tersedianya infrastruktur pendidikan yang memadai, melalui bantuan keuangan secara hibah;
g. Memberikan bantuan keuangan kepada satuan pendidikan keagamaan;
h. Melakukan pembinaan terhadap Badan Pengelola pendidikan;
i. Menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional;
j. Mengalokasikan dana pendidikan minimal 20 (dua puluh) persen dari APBD;
k. Memberikan tunjangan kesejahteraan kepada tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. Melakukan pembinaan pendidikan pemuda dan olah raga
BAB VI
PESERTA DIDIK
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban
Pasal 13
(1) Peserta didik pada satuan pendidikan berhak :
a. Mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. Memperoleh jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya;
c. Mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
d. Mendapat pelayanan khusus bagi peserta didik yang mempunyai kelainan fisik, emosional, sosial, dan mental serta yang mempunyai kecerdasan dan kemampuan istimewa;
e. Dibebaskan dari pungutan biaya operasional pendidikan bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar, atau anak usia wajib belajar;
f. Pindah ke atau mengambil program pendidikan pada satuan pendidikan yang sejajar pada jalur sekolah atau luar sekolah sesuai prinsip penyelenggaraan yang terbuka;
g. Memperoleh penilaian hasil belajarnya;
h. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing–masing;
i. Mendapat pelayanan dan perlakuan yang adil, manusiawi dan perlindungan dari setiap gangguan dan ancaman;
j. Mendapatkan beasiswa.
(2) Peserta didik berkewajiban :
a. Mematuhi semua peraturan sekolah/madrasah;
b. Menghormati pendidik dan tenaga kependidikan;
c. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
d. Ikut memelihara sarana dan prasarana di lingkungan satuan pendidikan.
Bagian Kedua Bea Siswa
Pasal 14
(1) Bea siswa diberikan kepada :
a. peserta didik yang meraih prestasi akademik;
b. peserta didik yang meraih prestasi non akademik;
c. peserta didik dari keluarga miskin.
(2) Pemerintah Daerah mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk berpartisipasi dalam pemberian bea siswa.
(3) Ketentuan pemberian bea siswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VII
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
Pendidik dan tenaga kependidikan wajib memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi menurut ketentuan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Pendidik bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan pengembangan pembelajaran;
(2) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan;
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan struktur organisasi dan tata kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau Kantor Departemen Agama.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pasal 17
(1) Dalam melaksanakan tugas profesional, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a. Penghasilan, jaminan hidup yang layak, tunjangan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;
b. Pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
c. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku;
d. Penghargaan sesuai tugas dan prestasi kerja;
e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
f. Hak-hak lain sesuai dengan ketentuan perundandang-undangan.
(2) Pendidik dan Tenaga Kependidikan berkewajiban :
a. Mewujudkan visi dan misi pendidikan daerah;
b. Menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan;
c. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan kompetensi dan mutu pendidikan secara berkelanjutan;
d. Menjadi teladan dan menjaga integritas moral terhadap profesi, lembaga, dan kedudukan sesuai dengan amanah yang diberikan;
e. Kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundandang-undangan.
Bagian Ketiga
Promosi Dan Rotasi
Pasal 18
(1) Promosi dan rotasi bertujuan untuk mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan dan penyegaran bagi tenaga pendidik dan kependidikan dengan memperhatikan kebutuhan, kualifikasi guru, masa tugas, dan wilayah kerja.
(2) Promosi dilakukan untuk peningkatan karier tenaga pendidik dan kependidikan sebagai penghargaan atas prestasi kerja yang dicapai.
(3) Rotasi dilakukan dalam rangka pemerataan kualitas pendidikan dan penyegaran bagi guru dan tenaga kependidikan dengan memperhatikan masa tugas, wilayah kerja, kualifikasi guru, formasi, dan kebutuhan tenaga kependidikan.
(4) Promosi dan rotasi bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan secara cermat, akurat, dan akuntabel berdasarkan profesionalisme.
Pasal 19
(1) Pendidik yang memenuhi kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi tertentu dapat diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
(2) Kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi yang dimaksud dalam pasal (1) berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, kemampuan manajerial, dan prestasi kerja dalam pendidikan.
(3) Ketentuan standar kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi sebagaimana pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan Bupati.
Pasal 20
(1) Masa kerja Kepala Sekolah/Madrasah setiap periode selama 4 (empat) tahun dan dapat ditugaskan kembali.
(2) Masa tugas Kepala Sekolah/Madrasah paling lama 2(dua) periode.
(3) Kepala Sekolah/Madrasah yang masa tugasnya berakhir dan/atau tidak lagi diberikan tugas sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, dapat menjadi tenaga pendidik.
Pasal 21
(1) Pengangkatan Kepala Sekolah/Madrasah perlu membentuk Tim Pertimbangan.
(2) Penempatan Kepala Sekolah/Madrasah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Kepala Kantor Departemen Agama, serta Badan Pengelola.
(3) Ketentuan pengangkatan dan penempatan Kepala Sekolah/Madrasah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
DANA PENDIDIKAN DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Dana Pendidikan
Pasal 22
Sumber dana pendidikan berasal dari :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Daerah;
d. Masyarakat; dan
e. Sumber-sumber lain yang sah.
Bagian Kedua
Pembiayaan Pendidikan
Pasal 23
(1) Pembiayaan pendidikan meliputi :
a. biaya investasi;
b. biaya operasonal; dan
c. biaya personal.
(2) Biaya investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. biaya penyediaan sarana prasarana;
b. pengembangan sumber daya manusia; dan
c. modal kerja tetap.
(3) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. gaji pendidik dan tenaga kependidikan dan tunjangan yang melekat pada gaji;
b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai;
c. biaya operasional tak langsung berupa daya listrik, air, telepon, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi;
(4) Biaya personal merupakan biaya yang dikeluarkan peserta didik yang meliputi pakaian, transport, buku pribadi, konsumsi, dan akomodasi.
Pasal 24
(1) Satuan pendidikan dapat menghimpun swadaya biaya investasi dan biaya operasional dari wali murid yang terlebih dahulu mendapat ijin dari Bupati.
(2) Sumbangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan.
(3) Ketentuan penetapan besaran sumbangan di tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan komite sekolah, wali murid, satuan pendidikan.
(4) Besaran sumbangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH/ MADRASAH
Pasal 25
(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melelui Dewan pendidikan dan Komite Sekolah/madrasah.
(2) Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasaranan, serta pengawasan pendidikan.
(3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungantenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pada tingkat satuan pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 26
(1) Dewan pendidikan berhak :
a. Berperan serta dalam perumusan kebijakan penyelenggaraan pendidikan di daerah;
b. memperoleh segala informasi yang dibutuhkan; dan
c. memperoleh pendanaan dari APBD.
(2) Dewan pendidikan berkewajiban memberikan laporan pertanggung jawaban kepada seluruh anggota melalui forum pertemuan di tingkat kabupaten, yang terbuka dengan melibatkan komite sekolah/madrasah dan orang tua/ wali peserta didik.
Pasal 27
(1) Komite sekolah/Madrasah berhak :
a. terlibat di dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi satuan pendidikan di luar kegiatan belajar mengajar;
b. meminta keterangan dan pertanggungjawaban kepada satuan pendidikan yang terkait dengan anggaran belanja dan pendapatan sekolah yang bersumber dari masyarakat.
(2) Komite Sekolah/Madrasah berkewajiban :
a. menampung dan mewadahi aspirasi satuan pendidikan dan atau masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi di setiap satuan pendidikan;
b. menyusun program kerja berdasarkan rencana pengembangan satuan pendidikan;
c. menyelenggarakan rapat bersama orang tua peserta didik dalam pengambilan keputusan terkait dengan anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang disusun oleh kepala sekolah;
d. Melaporkan pertanggungjawabannya setiap tahun kepada badan pengelola dan/atau orang tua/wali peserta didik.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 28
(1) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
(2) Satuan pendidikan wajib menyelenggarakan kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan karakteristik daerah.
(3) Kurikulum muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun oleh Tim yang dibentuk dengan keputusan Bupati.
(4) Standar Isi muatan lokal ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
EVALUASI, AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
Bagian Pertama
Evaluasi
Pasal 29
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pemantauan dan pengendalian mutu pendidikan di daerah sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
(2) Evaluasi dilakukan pada semua jenjang, mulai pendidikan dasar sampai dengan menengah.
(3) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
Pasal 30
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai ketercapaian.
(3) Pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 31
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 3.
(2) Kelayakan program dan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kualifikasi guru, pagu, kelengkapan sarana prasarana, manajemen sekolah/ madrasah, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
(3) Akreditasi dapat diajukan oleh setiap satuan pendidikan paling lama empat tahun sekali.
(4) Pelaksanaan akreditasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 32
(1) Sertifikat dalam bentuk Ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar atau dokumen yang dipersamakan.
(2) Sertifikat diberikan kepada peserta didik yang telah mengikuti dan menyelesaikan penilaian hasil belajar pada akhir pendidikan dan/atau mencapai kompetensi tertentu.
(3) Sertifikat diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan sebagai pengakuan penyelesaian suatu jenjang pendidikan.
(4) Ketentuan sertifikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB XII
BUKU TEKS PELAJARAN
Pasal 33
(1) Buku teks digunakan sebagai acuan wajib oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
(2) Buku teks pelajaran tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila :
a. ada perubahan kurikulum;
b. buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh pejabat yang berwenang.
(3) Buku teks untuk mata pelajaran muatan lokal sebagaimana dimaksud Pasal 28 ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(4) Pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, atau komite sekolah/madrasah tidak dibenarkan melakukan penjualan buku kepada peserta didik.
Pasal 34
Pemerintah Daerah bertanggungjawab untuk mengawasi dan mengontrol standar mutu buku teks pelajaran.
BAB XIII
PELAYANAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Standar Pelayanan Minimal
Pasal 35
Pemerintah daerah dan satuan pendidikan wajib menyusun dan menetapkan standar pelayanan minimal dengan memperhatikan lingkungan, kepentingan, dan masukan dari dewan pendidikan, komite sekolah/madrasah, dan orang tua/wali peserta didik.
Pasal 36
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan meliputi:
a. Dasar hukum Badan Pengelola dan status hak tanah;
b. Kepemilikan Personalia yang terdiri atas Kepala Sekolah/Madrasah, Tenaga Pendidik dan Kependidikan, ruang kelas, ruang tenaga pendidik dan kependidikan, perpustakaan, dan Mandi Cuci kakus;
c. Informasi program kerja dan/atau layanan masyarakat satu kali dalam setahun;
d. Pertanggungjawaban oleh Kepala Pengelola atas penyelenggaraan layanan pendidikan;
e. Standar biaya operasional berdasarkan ketentuan Bupati;
f. Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah sekurang-kurangnya S-1 Kependidikan dan/atau sederajat;
g. Pengawasan intern dilakukan oleh Komite Sekolah/madrasah dan/atau Badan Pengelola;
h. Tata cara pengaduan, kritik, dan saran ditindaklanjuti sekolah/madrasah paling lambat 7(tujuh) hari sejak permohonan diterima.
Bagian Kedua
Maklumat Pelayanan Pendidikan
Pasal 37
(1) Maklumat pelayanan pendidikan disusun oleh Pemerintah Daerah, dewan pendidikan, komite sekolah/madrasah, dan satuan pendidikan.
(2) Maklumat pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud Ayat (1) disusun dengan melibatkan peran serta orang tua/wali peserta didik, LSM, dan perguruan tinggi.
Bagian Ketiga
Indeks Kepuasan Masyarakat
Pasal 38
(1) Indeks kepuasan masyarakat bertujuan mengetahui angka kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
(2) Pemerintah Daerah dan Lembaga Mandiri melakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
(3) Pedoman penyusunan kepuasan masyarakat disusun dalam bentuk indeks kepuasan masyarakat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB XIV
KERJASAMA PENDIDIKAN
Pasal 39
(1) Satuan Pendidikan dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat untuk menyelenggarakan program life skill.
(2) Kerjasama antar satuan pendidikan dapat dilakukan oleh berbagai satuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan satuan pendidikan di Kabupaten Gresik.
(3) Kerjasama sebagaimana pada ayat (1) meliputi pendidikan dan pelatihan serta pengembangan program pendidikan.
BAB XV
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ASING
Pasal 40
(1) Penyelenggaraan pendidikan asing dapat dilaksanakan di Kabupaten Gresik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga pendidikan asing wajib bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola Daerah.
(3) Pendirian Lembaga pendidikan asing seperti dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVI
DATA DAN INFORMASI
Pasal 41
(1) Data dan informasi disusun satuan pendidikan untuk menunjang pembangunan pendidikan di daerah.
(2) Data dan Informasi yang dimaksud pada pasal (1) berdasarkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten (SIMPendkab).
(3) SIMPendkab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat terbuka dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
(4) Ketentuan mengenai SIMPendkab diatur berdasarkan peraturan Bupati.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu
Sanksi Administrasi
Pasal 42
1. Satuan Pendidikan yang melanggar Pasal 11 ayat (2) dikenakan sanksi adminsitrasi berupa teguran tertulis dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
2. Teguran tertulis dilakukan 3 kali dengan selang waktu 7(tujuh) hari untuk tiap teguran.
3. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dilaksanakan maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mencabut ijin pendirian.
Pasal 43
(1) Penyelenggara Satuan Pendidikan yang melanggar Pasal 14 dan 15 dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atau Badan yang diberi kewenangan.
(2) Teguran tertulis dilakukan 3 kali dengan selang waktu 7 (tujuh) hari untuk tiap teguran.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dilaksanakan maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atau Badan yang diberi kewenangan dapat menonaktifkan dari tugas.
Pasal 44
(1) Orang tua atau wali murid yang tidak melaksanakan pendidikan dasar bagi anaknya dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Teguran tertulis dilakukan 3(tiga) kali dengan selang waktu 7 (tujuh) hari untuk tiap teguran.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dilaksanakan maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengumumkan.
Bagian kedua
Sanksi Pidana
Pasal 45
Penyelenggara Satuan Pendidikan yang menyalahgunakan fungsi Satuan Pendidikan, memalsukan dokumen, menerbitkan sertifikat untuk yang tidak berhak dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling besar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Peraturan Daerah ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran daerah Kabupaten Gresik.
Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 2006
BUPATI GRESIK
DRS. KH. ROBBACH MA’SUM, M.M.
-------------------------------------------------
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR...... TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DI KABUPATEN GRESIK
I. UMUM
Pada hakikatnya, Penyelenggaraan Pendidikan dalam konteks daerah berfungsi mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik, dan membentuk watak serta budaya masyarakat Gresik yang berbudaya dan bermartabat, serta menerapkan nilai-nilai religius guna mewujudkan masyarakat Gresik yang berakhlak mulia, berilmu, dan memiliki kecakapan hidup melalui sinergitas penyelenggaraan pendidikan.
Peraturan daerah bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap; (1) Penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Gresik; (2) Pemerataan kesempatan pendidikan, terutama bagi anak usia wajib belajar sembilan tahun, dan anak penyandang cacat; (3) Peningkatan mutu pembelajaran, tenaga pendidik dan kependidikan, serta pengelolaan satuan pendidikan berbasis masyarakat di kabupaten Gresik; (4) Relevansi antara angka transisi, angka partisipasi murni, dan manfaat lulusan terhadap dunia usaha dunia industri, (5) Transparansi anggaran pendidikan, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan.
Pendidikan di Kabupaten Gresik merupakan upaya perwujudan masyarakat Gresik yang agamis, demokratis, cerdas, terampil, berbudaya, dan berdaya saing. Maka. prinsip demokrasi, partisipasi, pemerataan, keadilan, yang memperhatikan potensi dan keanekaragaman adat budaya yang merupakan hakekat otonomi daerah yang perlu ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan. Visi ini dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subyek dan sekaligus obyek dalam membangun kehidupan yang berharkat dan bermartabat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya. Di samping itu, sistem penyelenggaraan pendidikan di Gresik diyakini akan mampu mencerahkan dan memberdayakan pranata sosial lainnya (ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, budaya, agama, dsb.) bagi keberlangsungan hidup individu dan masyarakat untuk menjawab tantangan pembangunan daerah, nasional, dan global. Dengan demikian, terjadi interaksi secara fungsional antara peserta didik, lembaga pendidikan, dan pranata sosial terkait lainnya dalam satu tatanan sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang sinergik dan produktif.
Tujuan pendidikan Gresik perlu dicapai melalui upaya sinergis dari semua pihak yang berkepentingan dan mereka yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Dengan tercapainya tujuan pendidikan, masyarakat Gresik akan mampu bertahan, berkembang, dan bersaing dalam percaturan nasional.
Sebagai upaya di atas, penyelenggaraan pendidikan di kabupaten Gresik mengarah pada standar pelayanan minimal pendidikan yang melandasi (1) pencapaian target wajib belajar 9 tahun, (2) Pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, kebudayaan, kepemudaan dan olah raga, (3) Peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan tenaga pendidikan. Untuk menunjang hal tersebut, maka pemerintah mengoptimalkan pembinaan agama sampai pada tataran perilaku, menjadikan lembaga pendidikan sebagai pelayan masyarakat untuk menghasilkan SDM yang mampu menghormati perbedaan dan perubahan, meningkatkan fungsi lembaga pendidikan formal da nonformal dalam penerapan iptek, menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana pelestarian budaya sebagai ekstra kurikuler wajib bagi setiap jenjang pendidikan, menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana pengembangan SDM yang kreatif, peka terhadap lingkungan dan mampu membaca serta memanfaatkan peluang serta meningkatkan pembinaan pemuda.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi pendidikan daerah, diperlukan acuan dasar bagi seluruh masyarakat Gresik. Acuan dasar yang dimaksud memiliki beberapa manfaat. Pertama, masyarakat Gresik diharapkan dapat membangun komitmen dan menggerakkan segenap komponen masyarakat untuk membangun sistem pendidikan sebagai salah satu pranata sosial yang agamis, demokratis, cerdas, terampil, berbudaya, dan berdaya saing sehingga mampu menghasilkan standar keunggulan yang berciri khas lokal. Pranata sosial yang demikian adalah yang didukung oleh sumber daya manusia profesional, infra struktur dan sarana pendukung yang mendidik, dengan manajemen berasaskan keterbukaan yang dinamis dan mengutamakan peran serta masyarakat sehingga memiliki daya tawar yang kuat terhadap pranata-pranata sosial yang lain. Kedua, visi tersebut dapat menciptakan makna pendidikan bagi masyarakat dan dapat menjadi sarana untuk menjembatani keadaan sekarang dengan masa yang akan datang. Terakhir, dalam jangka panjang, dengan visi tersebut masyarakat Gresik mampu melakukan pembudayaan dan pemberdayaan sistem, iklim, dan proses pendidikan di Gresik yang demokratis dan mengutamakan mutu dalam perspektif daerah nasional, internasional, dan global.
Akhirnya, mengacu pada visi, misi, dan tujuan Kabupaten Gresik serta dalam rangka menjawab tantangan pendidikan nasional, perlu disusun strategi pembangunan dan pengembangan pendidikan dalam bentuk peraturan daerah yang akan dijadikan landasan penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Gresik.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang diamaksud lembaga perbatuan adalah lembaga vertikal pemerintah, dalam hal ini Kantor Departemen Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Butir a
Cukup jelas
Butir b
Cukup jelas
Butir c
Cukup jelas
Butir d
Cukup jelas
Butir e
Wajar pendidikan dasar 12 tahun dimulai tahun pelajaran 2007/2008.
Butir f
Cukup jelas
Butir g
Cukup jelas
Butir h
Cukup jelas
Butir i
Cukup jelas
Butir j
Cukup jelas
Butir k
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Butir a
Tunjangan kesejahteraan sekurang-kurangnya 10 persen setiap bulan dari UMK Gresik yang mencakup semua tenaga pendidik di setiap jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi di Kabupaten Gresik
Butir b
Cukup jelas
Butir c
Proses perlindungan hukum dengan mempertimbangkan tempat kejadian perkara dan otonomi sekolah/madrasah pada setiap tenaga pendidik atau tenaga kependidikan meskipun di luar masa tugas
Butir d
Cukup jelas
Butir e
Cukup jelas
Butir f
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini diperkecualikan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karateristik daerah yang dimaksud dalam ayat ini terdiri atas multi sektor yang meliputi industri, kelautan, pertanian, perdagangan, dan lainnya yang menjadi potensi daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penjualan buku pelajaran dapat diusahakan oleh koperasi sekolah melalui rapat komite sekolah/madrasah berdasarkan standar harga pasar.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Maklumat dapat berbentuk pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan, Kepala Kantor Departemen Agama, dan Dewan Pendidikan yang dipublikasikan melalui media informasi di daerah setiap satu tahun ajaran.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas