Menghadapi tahun ajaran baru, banyak masyarakat yang memiliki anak usia sekolah mulai gelisah. Khususnya bagi mereka yang anaknya akan menempuh ujian nasional, masuk sekolah, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Kegelisahan yang disebabkan karena biaya pendidikan anaknya tidak dapat dipersiapkan sejak dini. Masyarakat tidak bisa mempersiapkan biaya pendidikan khususnya pada masa peralihan tersebut sejak awal. Bagaimana persiapan akan dilakukan masyarakat, jika setiap tahun ajaran baru hampir pasti biaya sekolah juga baru. Pengeluaran-pengeluaran biaya pendidikan tidak bisa diprediksi sejak awal. Dari manakah masalah ini akan diselesaikan?
Hak Pendidikan merupakah salah satu bagian dari Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB), atau sering dikenal sebagai ECOSOC (Economy, Social and Cultural) Rights. Jaminan pemenuhan Hak EKOSOB ini tertuang dalam Kovenan Internasional ECOSOC Right. Negara Indonesia meratifikasi Kovenan ini pada tanggal 28 Oktober 2005 dan mengesahkannya dalan Undang-undang No. 11 Tahun 2005. Pemenuhan terhadap hak pendidikan merupakan satu upaya pemenuhan hak Ekosob secara menyeluruh. Pemenuhan hak pendidikan masyarakat tidak bisa lepas dari melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi. Melalui pemecahan masalah tersebut, maka solusi pemenuhan hak pendidikan masyarakat dapat tercapai.
Jaminan terhadap pemenuhan hak pendidikan masyarakat tidak hanya pada Undang-undang No. 11 tahun 2005 saja. UUD 1945 dan UU sisdiknas juga memberikan mandat bagi pemenuhan hak pendidikan. Kewajiban penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan belajar dan mengajar oleh pemerintah saja akan tetapi juga jaminan keterpenuhan dan keterjangkauan pendidikan masyarakat dijamin dalam perundang-undangan tersebut. Bahkan jelas disebutkan dalam Kovenan tersebut di atas, bahwa masyarakat berhak mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.
Sistem pelayanan publik dalam bidang pendidikan diharapkan dapat memenuhi standar dan proses sesuai Kovenan EKOSOB haruslah mempunyai satu konsistensi yang kuat, mulai dari tataran konstitusi, kebijakan, implementasi, sampai sistem monitoring evaluasinya. Karenanya untuk menjamin terciptanya sistem yang responsif, berorientasi pada kebutuhan pengguna, dan efisien, prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) menjadi sangat relevan dan penting. Berbagai persoalan dalam capaian pelayanan publik dapat dijejaki akar permasalahannya pada rendahnya kualitas tata-pemerintahan di Indonesia, seperti kurangnya transparansi pembuatan keputusan, tidak dihargainya partisipasi publik dalam pembuatan keputusan dan lemahnya akuntabilitas pemerintah terkait maupun penyedia layanan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masih banyak terdapat masalah-masalah yang harus diselesaikan pemerintah dalam bidang pendidikan ini. Salah satu masalah yang penting untuk diselesaikan dan menjadi penyebab terjadinya banyak persoalan yang lain adalah belum adanya standar biaya pendidikan di Kota Surakarta. Selama ini standar biaya pendidikan hanya dipakai oleh Dinas Pendidikan sebagai acuan penyusunan program-programnya. Standarisasi ini belum menjadi peraturan yang wajib dilaksanakan oleh sekolah-sekolah yang ada di Kota Surakarta. Sehingga penetapan biaya-biaya pendidikan menjadi berbeda-beda. Sementara itu, penyusunannya juga masih didominasi informasi dari Kepala Sekolah yang notabene representasi dari pemerintah daerah. Masyarakat, secara personal maupun melaui komite sekolah, ormas, LSM, maupun dewan pendidikan belum dilibatkan di dalamnya.
Ada beberapa persoalan yang muncul dari tidak adanya standarisasi biaya pendidikan ini. Pertama, telah terjadi diskriminasi terhadap siswa. Diskriminasi terjadi berawal dari kesenjangan biaya sekolah antara sekolah satu dengan sekolah yang lain. Bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu meskipun sebenarnya secara kualitas pandai tidak akan ada kesempatan, (Secara normatif hal ini tentu akan ditentang oleh pihak sekolah, namun realitanya masih banyak terjadi), sedangkan bagi siswa yang berasal dari keluarga mampu akan leluasa memilih sekolah. Meskipun ketika masuk sekolah kejadian ini diminimalkan dengan PSB Online, namun biaya-biaya yang telah diterapkan sebelumnya kerapkali menjadi pertimbangan siswa untuk memilih sekolahnya. Masih banyak muncul persepsi di masyarakat bahwa semakin favorit sebuah sekolah maka akan semakin mahal biaya sekolahnya.
Kedua, perencanaan-perencanaan program dan penganggaran kurang tepat sasaran. Perencanaan program dan penganggaran senantiasa berpijak data yang ada. Dengan data tersebut, hasil yang diharapkan dari program tersebut dapat terukur. Program beasiswa misalnya. Ada dua jenis beasiswa yang diberikan oleh pemerintah setiap tahunnya. Beasiswa bagi siswa tidak mampu dan beasiswa bagi siswa berprestasi. Diakui atau tidak, masih banyak terjadi di Kota Surakarta ini kasus pemberian beasiswa bagi siswa tidak mampu berdasarkan kuota. Hal ini juga memunculkan permasalahan masih banyaknya siswa dari keluarga miskin yang belum tersentuh program tersebut. Selain itu belum jelasnya peruntukan beasiswa tersebut untuk meringankan beban apa saja, juga belum jelas.
Ketiga, terjadinya monopoli kebutuhan siswa oleh sekolah. Dengan tidak adanya standarisasi biaya ini, memunculkan monopoli kebutuhan siswa oleh pihak sekolah. Khususnya pada item seragam, mulai dari topi, baju, ikat pinggang, hingga sepatu dan kaos kaki dikoordinir oleh sekolah. Tujuan awalnya adalah agar terlihat rapi. Namun disisi lain orang tua siswa tidak bisa menentukan pembelian seragam anak sesuai dengan kemampuannya. Bagi keluarga mampu hal ini tidak menjadi masalah. Namun bagi keluarga kurang mampu, hal ini sangat terasa. Mau tidak mau harus membayar sesuai yang ditentukan oleh pihak sekolah.
Keempat, munculnya persaingan tidak sehat antar sekolah. Pendidikan (khususnya pendidikan dasar) sebagai kewajiban negara dan sebagai hak warga negara terkikis pelan-pelan dengan kejadian ini. Meskipun penyelenggaraan pendidikan dasar cuma-cuma sudah diatur dalam peraturan perundangan (termasuk UU No. 11 tahun 2005). Pendidikan mulai mengarah pada komersialisasi. Hal ini bisa dicermati dari kalimat “jer basuki mowo beyo” atau “ono rego ono rupo” dan “Tidak ada yang gratis saat ini, termasuk sekolah,”. Kalimat-kalimat semacam ini sering muncul dari pembicaraan kalangan sekolah atau birokrasi. Perlombaan biaya pendidikan seakan-akan menjadi trend saat ini. Jika dibiarkan berlarut-larut pada akhirnya, negara Iindonesia sendiri yang dirugikan. Akan semakin banyak warganya yang tidak sekolah karena tidak mampu membayar biaya sekolah, kualitas sumber daya manusia menurun, dan akan semakin banyak pengangguran, kesejahteraan rakyat menurun, dan bisa jadi pada akhirnya keutuhan negara Indonesia menjadi terancam. Untuk itu, maka langkah antisipatif harus segera dipikirkan, termasuk di dalamnya segera mengesahkan standar biaya pendidikan.
Keempat, akuntabilitas dan transparansi tidak segera dilaksanakan. Pelibatan siswa dan atau orang tua siswa terhadap proses penetapan biaya pendidikan masih rendah. Hal ini memunculkan “bom waktu” bagi sekolah. Kegelisahan yang terjadi di masyarakat membutuhkan saluran untuk ditindaklanjuti dan tidak menjadi ledakan. Demonstrasi siswa seperti yang baru-baru ini terjadi di salah satu SMU Negeri di Kota Surakarta tidak perlu terjadi jika akuntabilitas dan transparansi sudah dibangun sejak awal. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi merupakan satu langkah dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas di sekolah. Kecuali jika keadaan seperti itu memang diinginkan terjadi. Maka waktu yang sedianya untuk kegiatan belajar mengajar akan habis untuk mengurusi hal tersebut.
Keempat masalah tersebut hanyalah sedikit imbas yang ditimbulkan dari belum adanya standarisasi biaya pendidikan di Kota Surakarta. Masih banyak permasalahan yang lain yang bisa muncul. Jika tidak segera diantisipasi, masalah-masalah tersebut maka akan semakin merepotkan dan semakin sulit diselesaikan. Karena permasalahan yang muncul tersebut senantiasa berhubungan dan saling terkait.
Niat baik dan keterbukaan semua pihak untuk duduk bersama memikirkan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan, khususnya permasalahan standarisasi biaya pendidikan, sangat diperlukan. Agar permasalahan dalam dunia pendidikan di Kota Surakarta dapat diperkecil dan diatasi. Bukan saja untuk melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundangan lain yang mengamanatkan pendidikan dasar cuma-cuma, namun juga untuk bersama-sama berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari kekurangan dan kebodohan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar